Tentang Temuan Jejak Tapir, BKSDA Terkesan Tidak Miliki Data
Pengelola Data BKSDA Resort Manna Bintuhan, Tohirman Yanto tengah melakukan penelusuran jejak tapir, Sabtu 27 September 2025. Sumber foto: REGA/RKa--
BINTUHAN – Tentang temuan jejak tapir di Kilometer (Km) 5 Desa Linau Kecamatan Maje Kabupaten Kaur, kini sedang ditelusuri Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Resort Manna Bintuhan.
Hewan langka dan dilindungi ini sebelumnya dilaporkan warga pada Selasa 23 September 2025.
Menindaklanjuti laporan tersebut, tim BKSDA melakukan penelusuran sejak Sabtu 27 September hingga Minggu 28 September 2025.
Sebagai informasi, populasi tapir sumatera di Indonesia hanya sekitar 500 ekor. Untuk wilayah Provinsi Bengkulu diperkirakan terdapat sekitar 100 ekor.
Sementara jumlah pastinya di Kabupaten Kaur belum diketahui, namun jika dipersentasekan diperkirakan berkisar 5–10 persen. Di Kaur, jejak tapir baru ditemukan di Desa Linau, sementara di wilayah lain belum ada laporan serupa.
Petugas BKSDA turun langsung ke lapangan untuk memastikan keberadaan satwa yang dikenal dengan nama tapir sumatera (Tapirus indicus).
Penelusuran difokuskan pada titik-titik yang diduga menjadi jalur perlintasan satwa, termasuk lokasi ditemukannya jejak kaki di sekitar kawasan perkebunan masyarakat.
Dari hasil identifikasi awal, jejak tersebut memiliki ukuran khas yang sesuai dengan tapir, sehingga perlu ditindaklanjuti lebih detail untuk memastikan keaslian jejak serta arah pergerakan satwa.
Jika berdasarkan dari berbagai sumber di masyarakat, jejak tapir ini sering ditemukan di batas Desa Penyandingan – Parda Suka dan Air Long.
Hanya saja kepastian, apakah tapir itu adalah yang berkeliaran di Km 5 Desa Linau. Kalau di lokasi perbatasan tiga desa itu dipastikan ada satu ekor, diperkirakan jantan.
Ukuran badannya kisaran kerbau remaja. Satwa langka ini diketahui melintas di lahan masyarakat ketika musim hujan.
Selain di lokasi ini, juga sering ditemukan di arah daerah Punggur Mutung Desa Penyandingan – Tanjung Aur. Bahkan ada beberapa masyarakat pernah melihat langsung hewan ini, jenis kelamin diduiga kuat betina.
Kalau pihak BKSDA tidak tahu lokasi – lokasi dilintasi jejak tapir, diduga kuat tidak memiliki data. Minimal BKSDA memiliki data awal, sehingga bisa menjadi acuan untuk pemantauan. Kalau hanya ingin mendapatkan data dari laporan masyarakat kesannya kurang aktif melakukan pemantuan.
Bagaimana kalau masyarakat sering menemukan tapi tidak melaporkan?