Bendungan Air Nasal Tanjung Betuah Belum Ada Titik Terang
Dokumentasi pengecekan Bendungan Air Nasal di Desa Tanjung Betuah Kecamatan Nasal waktu lalu. Sumber foto: REGA/RKa--
NASAL – Perbaikan bendungan Air Nasal di Desa Tanjung Betuah, Kecamatan Nasal, hingga kini belum menemukan titik terang.
Pada Rabu, 3 September 2025, kondisi bendungan tersebut masih mengalami kerusakan serius dan belum mendapatkan kepastian kapan akan diperbaiki.
Padahal, bendungan ini memiliki peran vital sebagai sumber pengairan untuk areal persawahan di lima desa.
Kelima desa yang sangat bergantung pada bendungan tersebut adalah Desa Tanjung Baru di Kecamatan Maje, serta Desa Suku Tiga, Desa Tanjung Betuah, Desa Gedung Menung, dan Desa Ulak Pandan yang semuanya berada di Kecamatan Nasal.
Rusaknya bendungan berdampak langsung pada aktivitas pertanian warga, terutama dalam mengairi sawah dan lahan perkebunan yang menjadi mata pencaharian utama masyarakat setempat.
Berdasarkan pantauan, kerusakan paling parah terjadi pada tiga jalur irigasi utama, yakni jalur yang mengarah ke Desa Tanjung Betuah, Desa Suku Tiga, dan Desa Ulak Pandan.
Selain kerusakan fisik, penyumbatan di beberapa titik saluran membuat aliran air tidak lancar. Akibatnya, suplai air ke sawah warga menjadi tidak merata.
Ada desa yang mendapatkan aliran air cukup deras, sementara desa lainnya justru kekurangan sehingga mengganggu proses tanam.
BACA JUGA:Temuan Jejak Harimau, BKSDA Ingatkan Warga Tak Kandang Ternak di Kawasan Bendungan Air Nasal
Kades Tanjung Betuah, Syahrizal Pahlipi, S.Sos membenarkan, hingga kini memang belum ada informasi lebih lanjut terkait rencana perbaikan maupun upaya lain terhadap kerusakan dan penyumbatan bendungan irigasi tersebut.
Dia menyebutkan kondisi ini membuat petani semakin khawatir, karena tanpa kejelasan perbaikan, pengelolaan lahan akan sulit dilakukan.
Dampaknya bisa menurunkan hasil panen, bahkan berpotensi memicu gagal panen pada musim tanam mendatang.
Selain itu, Syahrizal menilai permasalahan ini bukan hanya menyangkut pertanian, tetapi juga bisa menimbulkan persoalan sosial. Perbedaan aliran air antar desa menimbulkan rasa ketidakadilan. Sebagian sawah menjadi kering, sementara desa lain masih mendapat pasokan terbatas.
"Belum ada upaya perbaikan atau sejenisnya pasca dilakukan peninjauan beberapa lalu dari DPRD Kabupaten Kaur," terangnya.