Baca Koran radarkaur Online - Radar Kaur

Sosok R. Soeprapto, Jaksa Agung Jujur, Bersih, dan Adil, Pernah Tolak Perintah Bung Karno

Sosok R. Soeprapto atau bernama lengkap Raden Soeprapto. Sumber foto : koranradarkaur.id--

KORANRADARKAUR.ID - Sosok R. Soeprapto atau bernama lengkap Raden Soeprapto. Namanya tercatat dalam sejarah penegakan hukum Indonesia sebagai sosok Jaksa Agung yang berani, jujur, dan teguh memegang prinsip keadilan.

Ia menjabat sebagai Jaksa Agung Republik Indonesia selama sembilan tahun, sejak 2 Desember 1950 hingga 4 Juli 1959.

Masa pengabdiannya yang panjang meninggalkan warisan integritas dan keteladanan yang hingga kini masih dikenang sebagai fondasi moral di tubuh Kejaksaan.

Oleh karena itu, tidak heran jika namanya kerap dibandingkan dengan para pejabat yang ada pada zaman sekarang ini. Hal tidak lain berkat keberanian, kejujuran dan keadilan yang ia lakukan.

Sebelum dipercaya menjadi Jaksa Agung, Soeprapto terlebih dahulu berkarier di dunia peradilan. Pada tahun 1948, ia diangkat menjadi hakim anggota sekaligus Ketua Pengadilan Tinggi Yogyakarta.

Dua tahun kemudian, pada 20 Juli 1950, Presiden Soekarno mengangkatnya sebagai Hakim Agung pada Mahkamah Agung. Kariernya di lembaga kehakiman menunjukkan reputasi yang bersih, jujur, dan berwibawa.

BACA JUGA:Melihat Kembali Sejarah Indonesia yang Penuh Air Mata dan Darah, Yuk Simak di Sini!

Hanya lima bulan setelah menjabat sebagai Hakim Agung, Presiden Soekarno kembali mengeluarkan Keputusan Presiden No. 64 tanggal 2 Desember 1950 yang mengangkat Soeprapto sebagai Jaksa Agung Republik Indonesia. Dari situlah perjalanan panjangnya dalam menjaga marwah hukum Indonesia dimulai.

Soeprapto memiliki prinsip hidup yang sederhana namun kuat, keadilan, keyakinan, dan kejujuran.

Prinsip ini menjadi pegangan yang tak tergoyahkan sekalipun ia berada dalam tekanan politik maupun ancaman dari pihak-pihak yang berkepentingan.

Sejarawan Asvi Warman Adam menyebut, Soeprapto adalah jaksa agung yang benar-benar hidup dengan integritas.

Ia menolak segala bentuk suap, gratifikasi, atau hadiah yang berpotensi mengganggu independensi. Bahkan, ia berani menolak langsung perintah Presiden Soekarno ketika menurutnya perintah itu bertentangan dengan hukum.

Peristiwa itu terjadi saat isu pernikahan Bung Karno dengan Hartini menjadi sorotan publik dan media.

Bung Karno memerintahkan Soeprapto untuk menindak Mochtar Lubis, penanggung jawab Harian Indonesia Raya, yang kala itu dianggap menyebarkan berita mencemarkan nama baik Presiden. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan