Sosok R. Soeprapto, Jaksa Agung Jujur, Bersih, dan Adil, Pernah Tolak Perintah Bung Karno
Sosok R. Soeprapto atau bernama lengkap Raden Soeprapto. Sumber foto : koranradarkaur.id--
BACA JUGA:Mengulik Kembali Pertempuran Mempertahankan Kemerdekaan: Sejarah Indonesia Vs Belanda
Namun, Soeprapto tidak menggubris perintah tersebut. Baginya, penuntutan semacam itu tidak perlu dilakukan karena bertentangan dengan prinsip kebebasan pers dan tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
Kejujuran dan keteguhan Soeprapto tidak hanya diuji oleh tekanan politik, tetapi juga oleh kekuatan militer.
Suatu ketika, seorang jaksa menindak teman seorang panglima militer yang diduga terlibat penyelundupan. Sang panglima marah besar dan mengeluarkan perintah untuk menahan jaksa tersebut.
Seorang mayor pun dikirim untuk melaksanakan perintah itu. Namun, ketika tiba di hadapan Soeprapto, ia dikejutkan dengan pemandangan yang tak biasa. Soeprapto menyambutnya dengan pistol yang diletakkan di atas meja.
Dengan wajah tegas, ia berkata bahwa sang mayor hanya boleh menahan jaksa tersebut jika terlebih dahulu melangkahi mayatnya. Sang mayor kebingungan dan akhirnya memilih mundur.
Prof. Seno Adjie, mantan Menteri Kehakiman era Soeharto yang pernah mendampingi Soeprapto, mengungkapkan bahwa peristiwa semacam itu bukan hanya sekali terjadi.
BACA JUGA:Berikut 5 Lokasi yang Dapat Mengingat Kembali Sejarah Kemerdekaan Indonesia
Berkali-kali Soeprapto bersitegang dengan pihak-pihak berkuasa demi membela tegaknya hukum. Baginya, tidak ada satu kekuatan pun yang boleh menghalangi penegakan undang-undang.
Kejujuran Soeprapto juga tercermin dalam kehidupan sehari-hari bersama keluarganya. Ia marah besar ketika putrinya, Sylvia, menerima dua gelang emas besar dari seorang Pakistan. Soeprapto menyuruhnya segera mengembalikan hadiah itu.
Hal serupa terjadi pada putranya, Susanto, yang pernah menerima cincin bermata giok dari seorang pedagang Tionghoa. Tanpa kompromi, hadiah itu pun ditolak.
Ia juga menanamkan nilai keadilan dalam pendidikan anak-anaknya.
Suatu ketika, Susanto bermain bola di halaman rumah dan tendangannya mengenai tukang becak yang tengah mengangkut tiga orang penumpang. Becak itu terguling dan para penumpangnya terluka. Mengetahui hal itu, Soeprapto tidak menutupinya. Ia memerintahkan anaknya untuk meminta maaf langsung kepada tukang becak, sekaligus membayar ganti rugi dan biaya pengobatan para penumpang. Bagi Soeprapto, hukum harus ditegakkan, bahkan dalam peristiwa kecil yang menyangkut keluarganya sendiri.
Keberanian dan integritas Soeprapto membuatnya sangat dihormati di lingkungan kejaksaan. Pada 22 Juli 1967, ia ditetapkan sebagai Bapak Korps Kejaksaan berdasarkan Surat Keputusan Jaksa Agung Mayjen Sugih Arto No. Kep. 061/DA/7/1967.
BACA JUGA:Sosok Pahlawan Nasional Dibalik Berdirinya GP Ansor, Berikut Sejarahnya!