Sejarah Kelapa Sawit di Indonesia, Ini Perkembangannya di Era Belanda
Berikut ini sejarah kelapa sawit di Indonesia di era Hindia Belanda.-Sumber foto: Koranradarkaur.id-
Begitu pun ini dilakukan d Belitung tahun 1890 namun, hasilnya masih kurang baik karena cuaca di Palembang, yang tidak cocok.
Hal yang sama juga terjadi di Banten, meski coba dilakukan perkebunan kelapa sawit pada tahun 1895.
Kehadiran perusahaan-perusahaan perkebunan asing juga didorong oleh pemberlakuan UU Agraria (Agrarisch Wet) oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1870.
Undang-undang ini memberikan konsesi berupa hak guna usaha atau hak erfpacht kepada para pemodal asing.
Perintis
Perkebunan kelapa sawit berskala besar kemudian dibuka untuk pertama kalinya pada tahun 1911 oleh perusahaan yang didirikan oleh Adrien Hallet asal Belgia dan K. Schadt di Pantai Timur Sumatra (Deli) dan Sungai Liat Aceh.
Melalui perusahaannya yang bernama Sungai Liput Cultuur Maatschappij dengan luas kebun 5.123 hektare.
BACA JUGA:Aplikasi SIGNAL Bayar Pajak No Ribet, Yuk Simak Langkah - Langkahnya di Sini!
BACA JUGA:Pelatihan Kerja Gratis Tahap II Dibuka, Peserta Dapat Uang Saku, Ini Jadwal dan Syaratnya
Pada tahun 1911 tercatat ada tujuh perusahaan perkebunan kelapa sawit yakni, Onderneming Soengei Lipoet, Onderneming Kuala Simpang, N.V Moord Sumatra Rubber Maatschappij, Onderneming Soengei Ijoe, Tanjung Suemanto', Batang Ara, dan Mopoli, yang sebagian besar memiliki kebun-kebun karet.
Di Aceh Timur pada tahun 1912 terdapat 18 konsesi perkebunan karet dan kelapa sawit dan kembali bertambah menjadi 20 perusahaan perkebunan pada tahun 1923, dengan rincian 12 adalah perusahaan perkebunan karet, tujuh perkebunan kelapa sawit dan satu perkebunan kelapa.
Pada tahun 1910, organisasi perusahaan perkebunan bernama Algemene Vereneging voor Rubberpalnters ter Oostkus van Sumatera (AVROS), berdiri di Sumatera Utara dan Rantau Panjang, Kuala Selangor.
AVROS merupakan organisasi yang menaungi berbagai macam perusahaan perkebunan dengan didasari kepentingan yang sama, yakni menyikapi persoalan yang timbul.
Seperti kekurangan pekerja perkebunan, menjalin hubungan dengan sesama pengusaha dan komunikasi dengan pemerintah, dan permasalahan transportasi.
AVROS kemudian mendirikan pusat penelitian perkebunan bernama Algemeene Proefstation der AVROS atau APA pada tanggal 26 September 1916.