RADAR KAUR BACAKORAN.CO – Ada azabnya apabila membatalkan puasa dengan sengaja tanpa adanya uzur (alasan) dilarang dalam Islam.
Memang terdapat sejumlah golongan yang diperbolehkan untuk membatalkan puasa secara sengaja, seperti musafir, orang sakit, orang tua yang tidak berdaya, wanita hamil dan menyusui, hingga orang yang tercekik haus.
Selain golongan tersebut, maka tidak diperbolehkan membatalkan puasa dengan sengaja.
Dikutip dari linggaupos.disway.id, membatalkan puasa secara sengaja berarti melakukan hal-hal yang membatalkan puasa dengan unsur kesengajaan. Dengan demikian, mereka diwajibkan mengganti puasa yang ditinggalkannya.
BACA JUGA:Sebar Foto-Video Mantan Pacar Tanpa Busana, Alasan Pelaku Terungkap
BACA JUGA:Komplotan Curanmor Asal Sumsel Kocar-kacir, 1 Tertangkap, 1 Tidur di Pondok Sawah, 1 Menghilang
Adapun kisah dari sahabat Abu Umamah Al Bahili Radhiyallahu ‘anhu.
Abu Umamah menuturkan, bahwa beliau mendengar Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, yang artinya:
“Ketika aku tidur, aku didatangi oleh dua orang laki-laki, lalu keduanya menarik lenganku dan membawaku ke gunung yang terjal. Keduanya berkata, naiklah lalu kukatakan. Sesungguhnya aku tidak mampu.”
“Kemudian keduanya berkata, kami akan memudahkanmu. Maka aku pun menaikinya sehingga ketika aku sampai di kegelapan gunung, tiba-tiba ada suara yang sangat keras Lalu aku bertanya, suara apa itu? Mereka menjawab. Itu adalah suara jeritan para penghuni neraka.”
BACA JUGA:KPU Bengkulu Tengah Hitung Ulang di 5 TPS, Hasilnya Bikin Kaget Caleg
“Kemudian dibawalah aku berjalan-jalan dan aku sudah bersama orang-orang yang bergantungan pada urat besar di atas tumit mereka, mulut mereka robek dan dari robekan itu mengalirlah darah.”
“Kemudian aku (Abu Umamah) bertanya, siapakah mereka itu? Rasulullah SAW menjawab. Mereka adalah orang-orang yang berbuka (membatalkan puasa) sebelum tiba waktunya.” (HR. Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya 7/263, Al Hakim 1/595 dalam mustadroknya.
Sementara itu, hadis riwayat Abu Daud no. 2396, Tirmidzi no. 723, Ibnu Majah no 1672, Ahmad 2/386, yang bunyinya.