KORANRADARKAUR.ID - Dalam mengantisipasi dan cegah politik isu SARA, hoax dan ujaran kebencian di Pilkada 2024.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) seluruh Indonesia telah membentuk organisasi Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).
Bahkan Gakkumdu juga untuk penanganan dugaan tindak pidana isu SARA.
Selain langkah itu, Bawaslu telah merangkul para tokoh agama, pemuda, kemasyarakatan maupun tokoh -tokoh lainya dalam mengantisipasi terjadinya isu SARA di Pilkada 2024.
BACA JUGA:Hasil Penelitian Mahasiswa UGM, Ini Potensi Rawan Konflik Pilkada 2024
BACA JUGA:Antisipasi Pilkada 2024 Terjadinya Konflik, Ini Langkah KPU dan Bawaslu
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengatakan, pembentukan Gakkumdu yang tersebar di berbagai kabupaten/kota dan provinsi di Indonesia sebagaimana amanat yang tertuang dalam Pasal 152 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan gubernur, bupati dan walikota menjadi Undang-Undang.
Selain penegak hukum yang tergabung dalam Gakkumdu, juga Pemerintah Daerah juga bertanggung jawab membantu dalam menyukseskan Pilkada.
Fungsi menyelenggarakan adalah dengan melakukan pembinaan dan memberikan sosialisasi, baik secara informal maupun formal, kepada masyarakat terkait dengan informasi ancaman-ancaman sanksi yang dapat terjadi jika ada masyarakat yang nekat bermain dengan isu SARA.
Sebuah isu SARA bukan tidak mungkin mengalami eskalasi menjadi sebuah kekerasan dan bisa saja ancaman terjadinya konflik di daerah tersebut.
Riset Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) mengabarkan, Paramadina tentang Pemolisian Konflik Keagamaan di Indonesia, menunjukkan bahwa ada jarak waktu antara ujaran kebencian yang beredar dan eskalasi yang akhirnya berujung kekerasan.
Jeda waktu yang ada maka akan ada gerakan-gerakan mobilisasi bisa muncul.
BACA JUGA:Lima Provinsi Wilayah Rawan Konflik Pilkada 2024, Apakah Ada Bengkulu?
BACA JUGA:Kampanye Pilkada 2024 Telah Dilakukan Paslon, Ini Larangan Dalam Berkampanye
Ujaran kebencian terkait SARA bisa saja tercipta pada masa kampanye politik, tetapi eskalasi kekerasan melalui pembentukan kelompok-kelompok massa bisa terjadi jauh dari sebelum masa kampanye, seperti dalam kasus kekerasan anti-Ahmadiyah di Cikeusik atau Anti-Syiah di Pasuruan.