Keluarga Napi Keluhkan Praktek Komersialisasi, Intip Dilakukan Kakanwil Ditjenpas Bengkulu
Kakanwil Ditjenpas Bengkulu Haposan Silalahi usai melaksanakan Inspeksi Mendadak di LPP Bengkulu, Sabtu 20 Desember 2025. Sumber Foto: SAPRIAN/RKa --
BENGKULU - Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Kakanwil Ditjenpas) Bengkulu, Haposan Silalahi, turun langsung melakukan inspeksi mendadak (Sidak) ke Lembaga Pemasyarakatan Perempuan (LPP) Bengkulu pada Sabtu 20 Desember 2025. Kegiatan inspeksi mendadak dalam rangka menyikapi isu yang berkembang terkait dugaan mahalnya harga barang di kantin dan pembatasan keluarga untuk mengirimkan makanan kepada narapidana.
Dalam kunjungan tersebut, Haposan menyisir berbagai fasilitas utama di LPP Bengkulu. Mulai dari pintu utama, kantin, area bimbingan kerja (bimker), blok hunian warga binaan, dapur, hingga sarana pendukung lainnya.
"Kita tidak tinggal diam dan langsung melakukan verifikasi di lapangan usai menerima keluhan tersebut," ujar Haposan.
Tidak hanya melakukan pengecekan fisik, Haposan juga berinteraksi langsung dengan petugas dan warga binaan untuk mendapatkan gambaran kondisi lapas secara menyeluruh.
“Begitu ada informasi yang beredar mengenai harga kantin, kami langsung melakukan pengecekan. Saya memimpin langsung pemeriksaan agar hasilnya objektif dan transparan,” kata Haposan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, Haposan memastikan, harga barang yang dijual di kantin Lapas Perempuan Bengkulu telah sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Penetapan harga mengacu pada ketentuan Primer Koperasi Pemasyarakatan dan telah disesuaikan dengan daftar harga dari Induk Koperasi Pemasyarakatan Indonesia (INKOPASINDU),” jelasnya.
Selain itu, sebagai bahan pembanding dan menjaga objektif, Haposan juga meminta keterangan langsung dari warga binaan, termasuk mereka yang berasal dari luar daerah.
“Dari hasil dialog, warga binaan menyampaikan bahwa harga barang di dalam lapas relatif sama dengan harga di luar, tidak ada selisih yang mencolok,” ungkapnya.
Terkait sistem belanja di kantin, Haposan menegaskan, tidak ada paksaan bagi warga binaan untuk membeli barang tertentu.
“Belanja di kantin bersifat sukarela sesuai kebutuhan masing-masing warga binaan,” katanya.
Seluruh transaksi di kantin Lapas Perempuan Bengkulu, kata Haposan, dilakukan secara non-tunai menggunakan uang elektronik BRIZZI sebagai upaya meningkatkan transparansi dan memudahkan pengawasan.
“Jika saldo belum terisi, Inkopasindo atau pihak lapas memberikan kelonggaran melalui sistem kas bon. Dengan sistem non-tunai, pengawasan transaksi menjadi lebih mudah,” jelasnya.
Selain adanya keluhan soal kantin, Haposan turut melakukan peninjauan terkait kebijakan pembatasan makanan dari luar lapas. Menurutnya, kebijakan tersebut diberlakukan demi menjaga keamanan, kesehatan, dan kenyamanan warga binaan.