Baca Koran radarkaur Online - Radar Kaur

Biaya Kesehatan Bengkulu Capai Rp175 Miliar per Tahun

FGD program pelaksanaan jaminan kesehatan Nasional Provinsi Bengkulu, Kamis 23 Oktober 2025. Sumber Foto: SAPRIAN/RKa--

BENGKULU - Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Bengkulu (DJPb)  bersama BPJS Kesehatan menggelar Focus Group Discussion (FGD) untuk mereviu pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di salah satu Hotel Bengkulu, Kamis 23 Oktober 2025.

FGD ini membahas implementasi Peraturan Presiden No. 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2018 terkait JKN.

Fokus diskusi mencakup perubahan tarif iuran bagi penerima bantuan iuran (PBI), kontribusi APBN dan APBD, serta permasalahan data PBI yang tidak sesuai dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Kegiatan yang menghadirkan perwakilan pemerintah Provinsi Bengkulu yaitu Penjabat Sekretaris Daerah (Pj Sekda) Provinsi Bengkulu, Dr. H. Herwan Antoni, SKM, M.Kes, M.Si. Ia menyampaikan FGD yang diikuti oleh seluruh Kepala Dinas Kesehatan kabupaten/kota se-Provinsi Bengkulu, Kepala Dinas Sosial, serta perwakilan Dewan Pengawas (Dewas) BPJS Kesehatan Pusat.

Dalam arahannya, Herwan  menegaskan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat tata kelola dan efektivitas pengelolaan Program JKN di Bengkulu agar berjalan lebih baik dan berkelanjutan. Ia menyebutkan bahwa alokasi anggaran untuk JKN di Provinsi Bengkulu terus meningkat setiap tahunnya.

“Anggaran JKN KIS Bengkulu kini sudah mencapai lebih dari Rp175 miliar per tahun. Ini menandakan adanya peningkatan kebutuhan pembiayaan kesehatan masyarakat, karena jumlah pasien dan tingkat keparahan penyakit yang ditangani juga semakin besar,” ujar Herwan.

Ia mengungkapkan, tingginya beban biaya kesehatan di Bengkulu sebagian besar disebabkan oleh meningkatnya kasus penyakit katastropik seperti jantung, stroke, dan gagal ginjal. Untuk itu, pemerintah daerah mendorong upaya pencegahan melalui perubahan perilaku hidup masyarakat menuju pola hidup sehat.

“Kita mengajak seluruh jajaran pemerintah, masyarakat, dan pihak swasta untuk bersama-sama melakukan gerakan hidup sehat. Pencegahan jauh lebih penting daripada pengobatan. Deteksi dini dan perilaku sehat dapat mengurangi risiko penyakit berat yang biayanya sangat tinggi,” tambahnya.

Lebih lanjut, Herwan juga menyoroti pentingnya peran fasilitas pelayanan kesehatan primer, seperti puskesmas, dalam memberikan edukasi dan sosialisasi langsung kepada masyarakat. Ia mengajak agar program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) kembali digiatkan.

“Kita ingin menghidupkan lagi semangat gerakan masyarakat sehat seperti dulu. Pendekatan keluarga itu efektif untuk menanamkan kebiasaan hidup sehat dengan memantau 12 indikator kesehatan keluarga,” jelas Herwan.

Dalam kesempatan tersebut, ia juga menyampaikan bahwa hasil dari FGD ini diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi kebijakan strategis dari tingkat provinsi untuk disampaikan ke pemerintah pusat. Rekomendasi ini diharapkan mampu memperkuat kembali gerakan nasional hidup sehat yang kini mulai mengalami penurunan partisipasi masyarakat.

“Sekarang ini banyak masyarakat yang mulai malas bergerak, padahal aktivitas fisik seperti berjalan kaki sangat penting untuk menjaga kesehatan. Kita ingin gerakan masyarakat hidup sehat kembali aktif, karena kesehatan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tapi juga seluruh warga,” kata Herwan.

Sementara itu, Anggota Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, Wiwieng, mengungkapkan bahwa capaian JKN secara nasional terus menunjukkan tren positif. Hingga akhir 2024, jumlah peserta tercatat mencapai 278,09 juta jiwa atau sekitar 97,6 persen penduduk Indonesia. 

Tingginya tingkat pemanfaatan layanan, mencapai 685,4 juta kunjungan per tahun dengan pembiayaan hingga Rp140 triliun pada September 2025, mencerminkan meningkatnya kepercayaan publik terhadap program ini.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan