Baca Koran radarkaur Online - Radar Kaur

Rakor Reforma Agraria Ingatkan Keterlibatan Semua Pihak , Tujuannya Bikin Bangga Rakyat!

Rakor Reforma Agraria Pemprov Bengkulu dan Forkopimda, Rabu 24 September 2025. Sumber Foto: SAPRIAN/RKa--

BENGKULU -  Pemerintah Provinsi Bengkulu melalui Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) Reforma Agraria di Ruang Rapat Lantai III Kantor Gubernur Bengkulu, Rabu siang 24 September 2025.

Kegiatan ini dalam upaya mempercepat penataan ulang kepemilikan tanah demi mewujudkan keadilan sosial.

Gubernur Bengkulu Helmi Hasan, didampingi Wakil Gubernur menyampaikan Konflik agraria terus menjadi isu kompleks yang melibatkan sektor pertanian, permukiman, dan pengelolaan sumber daya alam. 

"Untuk mengatasi persoalan tersebut, Pemerintah Provinsi Bengkulu  menegaskan pentingnya komunikasi intensif dan sinergi semua pihak, mulai dari masyarakat, perusahaan, pemerintah, hingga penegak hukum," ujar Helmi.

BACA JUGA:Oknum Peras Kades Modus Video Call Seksu4l Kian Marak, Inspektorat Bengkulu Selatan Sebar Imbauan

Lebih lanjut, Helmi menggarisbawahi bahwa GTRA diharapkan harus proaktif menampung aspirasi dan merangkul masyarakat untuk mencegah konflik agraria.

“Biasakan dialog. Orang demo itu karena tidak ada salurannya, jadi harus kita buka dulu, kita undang mereka. Pemerintah yang proaktif, terutama gugus tugas reforma agraria," ujar Helmi. 

Selain itu, Helmi juga mengingatkan Jangan menunggu suara masyarakat teriak dulu, baru kita tampung.

Di gugus tugas ini semua unsur sudah lengkap, ada pemerintah, kejaksaan, kepolisian, BPN, dan lainnya. 

BACA JUGA:Program Reforma Agraria di Kabupaten Kaur, hanya di Kecamatan Ini

"Kalau ada indikasi bakal ada konflik, segera rembuk bersama untuk mencari solusinya,” tegas Helmi.

Dalam rapat tersebut, terungkap bahwa sepanjang 2023–2025 terdapat 16 kasus Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan (GUKP) yang tercatat di Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Provinsi Bengkulu. Beberapa di antaranya telah berhasil diselesaikan di tingkat provinsi maupun kabupaten.

Kasus-kasus konflik agraria di Bengkulu mencakup okupasi lahan oleh masyarakat, yakni tindakan pendudukan tanah secara fisik tanpa kepemilikan sah, penolakan terhadap pembangunan perkebunan kelapa sawit, tumpang tindih lahan, penelantaran lahan oleh perusahaan, komplain penggantian komoditas, perusahaan yang belum memiliki HGU, pencurian tandan buah segar atau getah karet, serta tuntutan pembangunan plasma masyarakat.

Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Bengkulu, Indera Imanuddin, menjelaskan bahwa penetapan status tanah terlantar sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 membutuhkan waktu hingga 587 hari.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan