RADAR KAUR- Tulang punggung perekonomian Indonesia salah satunya industri kelapa sawit. Tetapi, seiring dengan pertumbuhan industri ini, timbul berbagai tantangan yang mengharuskan perbaikan dalam tata kelola. Indonesia terpukul dengan kebijakan baru Uni Eropa (UE) dengan memberlakukan Undang-Undang (UU) Antideforestasi atau European Union Deforestation Regulation (EUDR) sejak Mei 2023 lalu.
Produk-produk pertanian dan perkebunan khususnya kelapa sawit terkena dampak langsung dari kebijakan tersebut. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menolak UU tersebut, serta telah melakukan upaya untuk menegosiasikan kebijakan tersebut. Selain itu, yang harus segera diatasi adalah legalitas lahan, terutama bagi pelaku usaha kelapa sawit baik korporasi maupun petani kecil.
Mengutip artikel infosawit.com dengan judul Legalitas Lahan Jadi Isu Utama Tata Kelola Sawit Indonesia. Dalam mengatasi hal itu pemerintah Indonesia telah berupaya semaksimal mungkin baik dalam memperbaiki tata kelola industri kelapa sawat maupun legalitas lahan dengan mengeluarkan aturan-aturan baru. Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan (PPH Perkebunan) Kementan RI, Prayudi Syamsuri mengatakan, adapun upaya untuk dorongan melakukan pelaporan mandiri melalui aplikasi Sistem Informasi Perizinan Perkebunan (SIPERIBUN) dan pendataan lahan sawit rakyat untuk menerbitkan Surat Tanda Daftar Usaha Budidaya (STDB).
Program pendataan perizinan kelapa sawit terus dilakukan tetapi kendala lainnya dalam pengembangan sawit yang masih perlu dibenahi mulai dari pembinaan usaha perkebunan kelapa sawit, yang mana hal itu perlu koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara holistik. Hal ini penting guna mengawal satu data industri kelapa sawit untuk memperkuat tata Kelola industri kelapa sawit di Indonesia. (*/ujr)