SEMIDANG GUMAY- Tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kemungkinan masih banyak terjadi. Namun, minimnya laporan oleh korban lantaran beberapa pertimbangan. Membuatnya salah satu tindak pelanggaran hukum ini kurang termonitor penegak hukum, utamanya kepolisian.
Kapolres Kaur Polda Bengkulu AKBP H Eko Budiman, S.IK, M.IK, M.Si melalui Kapolsek Kaur Tengah Iptu Kosseri, SH disampaikan Kanit Reskrim Aiptu Widianto mengungkapkan, ketika menjadi korban, kebanyakan mereka masih enggan menyampaikan laporan pada kepolisian. Ini atas dasar pertimbangan anak ataupun nama baik keluarga.
"Dari beberapa kejadian, kebanyakan korban belum mau membuat laporan pada polisi. Alasannya karena memikirkan anak hingga nama baik keluarga besar. Makanya memilih menahan diri," ujar Widianto, Senin 1 Januari 2024.
Dijelaskannya, pembuat laporan tak harus korban. Pihak keluarga, pemerintahan desa, ataupun tetangga yang mengetahui telah terjadi tindak pidana itu. Dapat menyampaikan laporan telah terjadinya tindak KDRT pada kepolisian.
"Kalau korban tidak berani melapor, tetangga korban, sanak korban yang mengetahui ada KDRT bisa melapor ke polisi," kata Kanit Reskrim.
Lanjutnya, tak hanya para istri, anak-anak juga rentan menjadi korban tindak KDRT. Sedang jerat hukum bagi pelaku tindak pidana itu, yakni Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Pelaku KDRT dapat dijerat dengan Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara dan denda Rp 15 juta.
"Selain beratnya hukum atas tindak pidana ini. Juga banyak pihak yang akan terdampak karena KDRT, seperti anak yang dilahirkan dari hasil pernikahan. Harapan kami tak terjadi kasus ini di Wikum Polsek Kaur Tengah Polres Kaur," tandasnya. (yie)