BENGKULU - Saat ini, sejumlah warga di Kabupaten Mukomuko dan Kabupaten Bengkulu Utara sedangkan terlibat sengketa agraria dengan perusahaan perkebunan. Lawan masyarakat Kabupaten Mukomuko PT Daria Dharma Pratama di Mukomuko. Sedang tiga perusahaan di Bengkulu Utara yakni, PT Bina Bumi Sejahtera (BBS), PT Bimas Raya Sawitindo (BRS) dan PT Purna Daya Upaya (PDU).
Asisten II Setda Provinsi Bengkulu RA Denni mengatakan, sebagai upaya penyelesaian sengketa agraria yang melibatkan masyarakat di kedua kabupaten. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu telah berupaya memfasilitasi perundingan antara kedua pihak yang bersengketa.
"Melalui rapat yang sudah dilakukan beberapa kali. Namun sengketa agraria yang terjadi ini masih belum menemukan titik terang. Kedua belah pihak tetap teguh pada pendirian masing-masing," kata RA Denni, Senin 28 Oktober 2024.
Asisten II mengatakan, Pemprov Bengkulu telah menjalankan tugasnya sesuai dengan peraturan yang ada. Hanya berperan sebagai fasilitator dalam konflik atau sengketa agraria yang melibatkan dua kabupaten di Bumi Rafflesia itu.
“Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014. Kalau konflik terjadi di dalam satu kabupaten, maka kewenangannya ada di pemerintah kabupaten. Provinsi hanya memfasilitasi penyelesaian,” ujar Denni.
BACA JUGA:PK Sengketa Pilkades di Kaur, MA Batalkan Keputusan PTUN Bengkulu dan PTTUN Medan
BACA JUGA:Hadapi Sengketa Pilpres di MK, Ini Persiapan Yusril
Ia juga menegaskan, bahwa rapat yang diadakan tersebut merupakan bentuk akomodasi atas permintaan masyarakat yang merasa dirugikan oleh aktivitas perusahaan perkebunan.
“Kami mengakomodir permintaan masyarakat dan memfasilitasi pertemuan antara masyarakat dengan pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) serta perwakilan perusahaan,” tambah Denni.
Namun, hingga saat ini, baik masyarakat maupun pihak perusahaan belum mencapai kesepakatan.
Masyarakat, khususnya petani yang terdampak menuntut agar perusahaan perkebunan tersebut dibubarkan. Dalihnya, masyarakat memiliki bukti kuat terkait kepemilikan lahan yang diklaim oleh perusahaan.
Di sisi lain, pihak perusahaan mengklaim bahwa aktivitas mereka sah dan telah mendapatkan izin resmi dari instansi terkait, termasuk BPN.
“Perusahaan memegang aturan perizinan yang sah, sementara masyarakat memiliki bukti yang menurut mereka valid. Jika situasi ini terus didiskusikan dalam rapat tanpa ada kejelasan hukum, tidak akan ada solusi yang bisa dicapai,” lanjut Denni.
Menghadapi hal ini, Pemeprov Bengkulu menyarankan, agar kedua belah pihak (masyarakat maupun perusahaan) menempuh jalur hukum untuk mendapatkan kepastian
"Yang bisa memutuskan siapa yang benar, apakah masyarakat dengan tuntutannya. Atau perusahaan dengan perizinan yang dimiliki, adalah jalur hukum. Pengadilan yang akan menilai mana yang sah dan mana yang tidak," kata Denni.