Kisah Perjuangan Supriyadi yang Hilang Bak Ditelan Bumi Usai Pemberontakan Peta

Selasa 27 Aug 2024 - 16:00 WIB
Reporter : Riska Ayu K
Editor : Daspan Haryadi

Setelah itu, dia dipindahkan ke Sekolah Menengah Pertama atau Meer Uitgebreid Lager Onderwijs di Madiun. Dia melanjutkan pendidikannya di Pamong Praja dan berjalan dengan lancar. 

Supriyadi termasuk anak yang cerdas. Setelah itu, Supriyadi memutuskan untuk mengikuti latihan pemuda semi militer di Tangerang selama masa pemerintahan Jepang.

BACA JUGA:PPPK yang Berminat Mengikuti Seleksi CPNS Tak Perlu Mengundurkan Diri, Asal Penuhi Ketentuan Ini

BACA JUGA:TERUNGKAP! Ini Dia Produsen Susu yang Jadi Mitra Makan Bergizi Gratis 

Setelah itu, Supriyadi menjadi anggota Bo-ei Gyugu, pasukan Pembela Tanah Air (PETA). Dia ditempatkan sebagai komandan di Peleton 1 Kompi III Pasukan PETA di Blitar. 

Panglima Tentara Angkatan Darat Jepang ke-16 Letjen Kumakici Harada mendirikan Tentara Sukarela Pembela Tanah Air (PETA) pada 3 Oktober 1943 melalui Osamu Seiri Nomor 44 yang mengatur tentang pembentukan PETA. 

PETA dibentuk dengan tujuan untuk melindungi wilayah Tanah Air Indonesia dari serangan Sekutu. Sedangkan, Indonesia melihat pembentukan militer PETA sebagai langkah menuju kemerdekaan. 

Pribumi menghadapi situasi sulit pada tahun 1944 yang membuat kehidupan ekonomi mereka semakin terganggu.

Para penduduk desa harus bekerja keras untuk mendapatkan sesuap nasi yang tidak mencukupi untuk menghilangkan rasa lapar, apalagi untuk memberikan jumlah nutrisi yang cukup.

Ini karena Kumiai yang merupakan lembaga koperasi yang dibentuk oleh Jepang membabat habis hasil bumi dari lahan persawahan mereka. 

Melalui propaganda yang dilakukannya, pihak Jepang menganggap romusha sebagai pahlawan yang dapat memperbaiki ekonomi mereka. Padahal, penduduk pribumi hanya dipekerjakan sebagai budak. 

Hal itu membangkitkan semangat prajurit PETA untuk melakukan pemberontakan untuk membebaskan penduduk pribumi dari kesengsaraan.

Pemberontakan PETA yang terjadi di wilayah Blitar menjadi gerbang utama untuk memperjuangkan hak dan kewajiban negaranya untuk merdeka.

Beberapa pemberontakan lainnya terjadi di beberapa wilayah di Pulau Jawa dan Sumatra.

Supriyadi diberi pangkat Shodanco atau sebagai Komandan Peleton. Ini merupakan kepangkatan dari kalangan pelajar pribumi dalam ketentaraan PETA.

Shodanco Supriyadi dan Muradi bersama rekan-rekannya menjadi lulusan pertama pendidikan komandan peleton PETA di Bogor.

Kategori :