Sedangkan ketika nanti sang istri hamil lagi, maka, suami keduanya yang akan melakukan upacara serupa dan akan menjadi ayah anak kedua itu.
Namun, saat ini hal itu sudah dilarang karena pembunuhan bayi perempuan yang baru lahir marak terjadi.
2. Suku Maasai Kenya
Meskipun sebagian besar masyarakatnya poligami, suku-suku yang tinggal di wilayah danau-danau besar Afrika ini juga melakukan praktik poliandri.
Seorang wanita yang menikahi seorang laki-laki secara otomatis menikahi teman-teman sebaya suaminya.
Jika teman suaminya datang, sang suami harus menyerahkan ranjangnya kepada tamu tersebut dengan sang istri. Jika sang istri hamil dan melahirkan, maka semua anak yang dilahirkan itu dianggap anak sang suami.
Namun, saat ini praktik ini sudah ditinggalkan. Sekarang perempuan Maasai dapat memilih untuk menemani tamu suaminya atau tidak.
3. Suku Guanches Kepulauan Canary
Suku Guanches tinggal di Kepulauan Canary di barat laut pesisir Afrika.
Di wilayah tersebut terjadi wabah kelaparan pada abad ke-14 dan ke-15 yang menyebabkan banyak anak perempuan meninggal.
Jumlah penduduk laki-laki lebih banyak daripada perempuan.
Akibatnya, mereka menerapkan poliandri, yang membuat perempuan di suku tersebut dapat menikahi maksimal 5 laki-laki.
4. Suku Mosuo China
Suku Mosuo yang tinggal di tepi sungai Lugu di pegunungan Himalaya, melakukan praktik poliandri melalui tradisi nikah jalan.
Pada zaman dahulu, daerah itu sangat miskin.
Bahkan saking miskinnya, mereka tak sanggup membentuk keluarga terpisah dari orang tuanya. Solusinya adalah para pria suku tersebut berjalan dari rumah ke rumah di malam hari untuk mengunjungi wanita.