TRAGIS! Mantan Menteri Indonesia Dieksekusi Mati, Ini Kisah Amir Sjarifuddin
Kisah Amir Sjarifuddin.-Sumber foto: koranradarkaur.id-
KORANRADARKAUR.ID - Amir Sjarifuddin adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah Indonesia, terutama pada masa perjuangan kemerdekaan.
Dalam perjalanan politiknya, Amir Sjarifuddin juga dikenal sebagai seorang politikus dan jurnalis. Namun, perjalanan politik Amir tidaklah mulus.
Seiring dengan meningkatnya ketegangan antara berbagai kelompok politik, Amir Sjarifuddin menghadapi tantangan yang berat hingga dirinya di eksekusi mati. Untuk lebih tahu tentang kisah Amir Sjarifuddin, yuk simak di Sini!
Amir Syarifuddin dianggap bertanggung jawab atas peristiwa PKI Madiun 1948. Saat itu, Amir menjabat sebagai mantan Menteri Pertahanan.
Selama karier politiknya, dirinya pernah mengetuai delegasi Indonesia untuk berunding dengan Belanda di atas kapal Renville.
Peristiwa itu berlangsung pada 30 November 1948 yakni setelah meletus peristiwa Madiun.
BACA JUGA:Ada-Ada Saja, Orang Ini Naik Pesawat Secara Gratis, Begini Ceritanya
Amir bersama ketua SOBSI Harjono dan mantan menteri Suripno diringkus di wilayah Kelambu, Purwodadi, Jawa Tengah. Ketiganya dipenjara di Kudus, Jawa Tengah oleh batalyon Kemal Idris.
Penangkapan itu menunjukkan betapa cepatnya alur politik Amir Syarifuddin berubah. Pada 7 September 1948, Amir yang meninggalkan Yogyakarta bersama Musso dan Harjono namun masih melakukan roadshow politik.
Amir tidak lagi menjabat sebagai perdana menteri dan menteri pertahanan. Soekarno secara resmi mengumumkan pengunduran diri pemerintahan pada 22 Januari 1948.
Dia kemudian menunjuk Moh Hatta sebagai wakil presiden untuk membentuk pemerintah baru. Amir kemudian meninggalkan ibu kota Yogyakarta.
Laki-laki yang lahir di Medan pada 27 April 1907 itu tidak berhenti bergerak. Mulai 7 September 1948, Amir selama sepekan menghadiri rapat umum di berbagai daerah.
BACA JUGA:Pemikul Tandu Jenderal Soedirman yang Terlupakan, Bertahan Hidup dalam Segala Terbatas
Amir menghadiri kongres serikat buruh gula di Solo, Jawa Tengah, pada 7 September 1948. Dia kemudian menghadiri kongres di Madiun pada 8 September, 10 dan 11 September, Kediri pada 13 September, Bojonegoro pada 14 September, Cepu pada 15 September dan Purwodadi pada 17 September.