Kondisi Mata Uang Zimbabwe : Dari Hiperinflasi ke Reformasi Ekonomi

Ini uang baru negara Zimbabwe-Sumber Foto: koranradarkaur.id-

KORANRADAR.ID - Zimbabwe, sebuah negara di Afrika yang terkenal dengan sejarah hiperinflasi yang parah pada tahun 2009, kini berada dalam tahap pemulihan ekonomi meskipun tantangan baru masih menghantui. 

Dolar Zimbabwe (ZWD) saat itu mengalami penurunan nilai yang drastis, mencapai 300 triliun ZWD untuk satu dolar AS. Setelah periode krisis tersebut, pemerintah Zimbabwe menghentikan pencetakan ZWD dan tidak lagi mengakui mata uang itu sebagai alat tukar resmi.

Sebagai langkah perbaikan, Zimbabwe kini menggunakan mata uang baru yang disebut Zimbabwe Gold (ZiG), yang disokong oleh cadangan emas.

Ini merupakan upaya untuk memberikan stabilitas yang lebih baik dibandingkan dengan pengalaman sebelumnya. Pada tahun 2024, nilai tukar ZiG dengan rupiah menunjukkan bahwa 1 dolar Zimbabwe setara dengan sekitar Rp48 hingga Rp50, sehingga 1 juta dolar Zimbabwe bernilai sekitar Rp48 juta.

Hiperinflasi di Zimbabwe disebabkan oleh serangkaian kesalahan kebijakan yang fatal selama kepemimpinan Presiden Robert Mugabe.

BACA JUGA:Kripto Mata Uang dari Amerika Serikat, Punya Daya Tarik Bagi Investor, Ini Penjelasannya

BACA JUGA:Kapiten Pattimura Tumpas Pejajah, Berakhir Digantung, Fotonya Jadi Gambar Mata Uang

Salah satu keputusan yang paling merusak adalah penyitaan tanah dari pemilik pertanian kulit putih dan redistribusinya kepada petani kulit hitam.

Sayangnya, banyak dari pemilik baru ini tidak memiliki pengalaman dan sumber daya yang diperlukan untuk mempertahankan produktivitas pertanian, yang menyebabkan penurunan hasil pertanian yang drastis.

Selain itu, ketidakmampuan sektor perbankan untuk mobilisasi dana untuk investasi dan pinjaman juga menjadi masalah serius. Penjarahan politik oleh elit masyarakat dan pejabat pemerintah memperparah kondisi ini.

Korupsi institusional dan kurangnya kepercayaan pada pemerintah turut mendorong krisis ekonomi, sehingga hiperinflasi mencapai tingkat yang mengejutkan, yakni 231 juta persen.

Untuk merespons krisis ini, Bank Sentral Zimbabwe (Reserve Bank of Zimbabwe/RBZ) mulai membolehkan penggunaan mata uang asing, termasuk dolar AS, renminbi China, rupee India, dolar Australia, yen Jepang, dan rand Afrika Selatan sebagai alat pembayaran sah. Langkah ini diambil untuk menstabilkan ekonomi yang kian terpuruk.

Kini, dengan peluncuran mata uang baru ZiG, Zimbabwe berharap untuk mencapai kestabilan yang lebih baik. Namun, tantangan baru muncul ketika nilai ZiG mengalami penurunan tajam sebesar 44% pada bulan September 2024.

Menanggapi situasi ini, ekonom independen Zimbabwe, Mupandawana, menjelaskan bahwa penurunan nilai tersebut sebenarnya mencerminkan keadaan ekonomi yang nyata.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan