Sayangnya, Tan Malaka dianggap sebagai pemberontak oleh pemerintah dan wajib dilenyapkan.
Misteri keberadaan Tan Malaka pun bermula di Yogyakarta, tempat Partai Murba didirikan pada 7 November 1948. Tan Malaka hilang secara tiba-tiba pada Februari 1949.
Kabar kematian Tan Malaka yang kuburnya tidak diketahui muncul di tengah perjuangan bersama gerilya pembela proklamasi di Pethok, Kediri, Jawa Timur.
Namun, menurut Harry A. Poeze, sejarawan asal Belanda, Tan Malaka ditembak mati atas perintah Letda Soekotjo dari Batalyon Sikatan, Divisi Brawijaya pada tanggal 21 Februari 1949.
Setelah mempublikasikan hasil penelitiannya, dia menyatakan bahwa Tan Malaka ditembak oleh pasukan TNI di Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri, pada 21 Februari 1949.
Harry mengklaim telah menemukan lokasi kematian Tan Malaka di Jawa Timur berdasarkan wawancara mendalam sepanjang tahun 1986 hingga 2005 dengan para pelaku sejarah yang berada besama dengan Tan Malaka tahun 1949.
Sejarawan Asvi Warman Adam dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan, setelah menggali makam di Selopanggung pada 12 November 2009, tim forensik yang memeriksa DNA Tan Malaka tapi belum juga menemukan hasil yang jelas.
Menurut Asvi, bukti sejarah seperti studi Harry Poeze menunjukkan bahwa makam Tan Malaka di Selopanggung memenuhi syarat 90% persen untuk pemindahan jenazah Tan Malaka ke Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta.
Dia berpendapat bahwa kesimpulan forensik dapat diberi nilai 10 persen.
Menurut Asvi, pemindahan makam Tan Malaka ke TMP Kalibata adalah tindakan pemerintah untuk "menghilangkan" nama Tan Malaka dari sejarah Indonesia selama 32 tahun.
Pemerintah Orde Baru (Orba) dianggap telah menghilangkan nama Tan Malaka dari daftar pahlawan yang diajarkan di sekolah.
BACA JUGA:Mengungkap 3 Kisah Misteri yang Ada di Suku Punan Batu, Etnis Minoritas di Kalimantan
BACA JUGA:7 Pahlawan Kemerdekaan dari Sumatera Yang Wajib Diketahui
2. Supriyadi
Dalam catatan sejarah, Supriyadi termasuk sebagai pahlawan nasional dan komandan pemberontakan Pasukan Pembela Tanah Air (PETA) terhadap pasukan pendudukan Jepang di Blitar, Jawa Timur, pada Februari 1945.
Priyambodo merupakan nama kecil dari Supriyadi. Supriyadi lahir di Trenggalek pada 13 April 1923. Dia berasal dari keluarga kaya yang memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan formal.