5 Petahana Rungkat di Pilkada Bengkulu 2024, Pengamat: Diantaranya Karena Kekecewaan

Sabtu 07 Dec 2024 - 04:54 WIB
Reporter : Heri Kurniawan
Editor : Dedi Julizar

Faktor kedua, kemajuan tidak terlihat. Gagal memberikan kemajuan yang signifikan bagi daerahnya menjadi poin kritis lainnya.  

Jika tidak ada proyek pembangunan yang tidak telrihat atau jika pertumbuhan ekonomi stagnan bahkan menurun. Maka kepercayaan masayarakat akan terpengaruh.

Ketiga, praktek korupsi kolusi dan nepotisme (KKN). Keterlibatan dalam praktik KKN juga menjadi faktor penting. Meskipun tidak selalu tertangkap, indikasi KKN seperti penyelewengan proyek atau nepotisme dalam penempatan birokrat dapat membuat masayarakat kehilangan kepercayaan.

"Pembangunan yang tidak terlihat dan terlibat praktek KKN ini ikut jadi penyebab kekalahan Cakada petahana," ujar Heri. 

Keempat, komunikasi politik yang lemah. Komunikasi politik yang lemah atau buruk yang jarang turun ke lapangan juga dapat merusak citra petahana. 

Meskipun ada kemajuan. jika tidak ada komunikasi dengan baik kepada masayarakat, kepercayaan pun akan terganggu.

Kelima, munculnya kandidat yang dinilai lebih baik. Menurutnya, terkadang, petahana bisa kalah karena munculnya kandidat yang lebih baik, baik dari segi integritas, visi, atau dukungan masayarakat yang kuat. 

Dengan berbagai faktor ini pentingnya kepemimpinan yang baik, visi yang jelas dan integritas yang kuat bagi seorang Cakada. 

"Khususnya di Bengkulu. Menurut kami, segelintir mata pilih ingin mencoba pemimpin yang baru saat telah kecewa dengan petahana. Karenanya saat ada sosok baru muncul dan dinilai lebih baik dari petahana. Mereka akan beralih pada sosok baru itu," jelasnya. 

Faktor ke-enam, sebutnya, adalah ketimpangan politik di Bengkulu dengan Jakarta. 

Menurutnya, bahwa kuatnya relasi politik calon penantang petahana yang memiliki akses ke Jakarta menjadi modal yang signifikan.

“Dalam hal ini, terdapat ketimpangan antara aktor penantang petahana yang memiliki akses ke Jakarta (nasional) dengan lawan politiknya yang umumnya adalah politisi lokal,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa partai pendukung penantang petahana memiliki jaringan yang kuat di tingkat nasional, baik dari segi logistik, akses, maupun lainnya.

“Bayangkan misalnya, orang Jakarta, para menterinya datang ke Bengkulu untuk melakukan kampanye, hal ini tentu akan merugikan kandidat lokal. Jadi, ada ketimpangan antara Jakarta dan daerah,” tegasnya.

Faktor ketujuh adalah pola strategi logistik atau manajemen finansial. 

Menurut Heri, pertempuran dalam Pilkada harus dimulai dengan kesiapan logistik yang baik. 

Kategori :