Hele seluas sekitar 10 meter persegi ini dibagi dua, untuk laki-laki dan perempuan.
Air yang mengalir ke pemandian ini berasal dari mata air yang terlindung di balik bukit sehingga jernih dan menyegarkan.
BACA JUGA:Hanya di Desa Wisata Silalahi III, Keindahan Penuh Danau Toba dapat Dinikmati
BACA JUGA:Hariarapohan Desa Wisata Maju di Pulau Samosir, Intip Keindahan yang Ditawarkan
“Setiap desa harus ada pemandian umum khusus yang harus dibagi antara perempuan dan laki-laki. Kalau sekiranya laki-laki ke tempat perempuan maka ada hukumannya, yakni mempersembahkan seekor babi ukuran 4 alisi dan 1 pau emas. Sampai sekarang aturan ini masih berlaku,” ungkapnya.
Tak adanya penutup atau pelindung membuat pemandian umum ini jarang digunakan lagi.
Seperti yang dikemukakan Lihati Gea atau Ina Sri Wulan (38), salah seorang warga yang tinggal dekat dengan pemandian tersebut.
Ia menuturkan, warga di desa tersebut kini lebih memilih mandi di rumah masing-masing.
Untuk mencuci pun demikian karena kini air sudah dapat mengalir ke rumah-rumah penduduk.
Satu lagi potensi yang saat ini sedang diperjuangkan adalah Sungai Mbawa Mbaho.
Sungai ini sudah diusulkan kepada pemerintah daerah setempat untuk dibangun menjadi obyek wisata.
Lokasinya yang berada di ketinggian membuat pengunjung bisa melihat pemandangan desa dari atas.
Melestarikan Budaya
Tak ingin kehilangan yang lebih besar lagi, para tokoh masyarakat dan tokoh adat setempat kini getol melestarikan seni budaya kepada generasi muda.
Saat ini, ada tiga sanggar budaya yang masih bertahan dalam membina pesertanya antara lain lompat batu atau hombo batu, tari perang atau fauluaya, maena dan mogaele.
“Di sini sudah terbentuk beberapa grup sanggar, tetapi terkendala seperti peralatan. Kami menghendaki agar pemerintah memberikan bantuan supaya para pemain ini dapat berlatih dengan maksimal. Mari kita bangkitkan kembali seni budaya yang ada dengan perhatian tersebut,” ujar Ama Masioho. ***