Selain itu, bandara ini dirancang untuk membantu Jepang menyerang Australia.
Pada Juli 1944, pasukan Sekutu dipimpin oleh Letnan Jenderal L Eichelburger mengambil alih bandara ini yang kemudian menjadi pangkalan militer Australia.
Beberapa tahun kemudian, bandara ini diambil alih oleh maskapai Belanda KLM yang menggunakannya sebagai pusat operasionalnya di Pasifik.
KLM bahkan membangun hotel di dekat bandara yang sekarang bernama Hotel Irian.
Saat Papua diserahkan kepada Indonesia, Bandara Mokmer berganti nama menjadi Bandara Frans Kaisiepo. Nama ini diambil dari pejuang Papua yang pro-Indonesia.
BACA JUGA:Walau Persenjataan Suku Dayak Terbatas, Tetapi Ini Bukti Kegigihan Mereka Berjuang
BACA JUGA:Seleksi PPPK Guru 2024 di Bengkulu Selatan Belum Juga Ada Kejelasan, Ini Kata Dikbud
2. Selokan Mataram
Selokan Mataram dibangun pada tahun 1942 oleh Sultan Hamengkubuwono IX dengan dana dari pemerintahan militer Jepang.
Sultan Yogyakarta yang berkolaborasi dengan pemerintah militer Jepang pada saat itu, meminta bantuan untuk membangun saluran irigasi yang akan mengalir dari Kali Opak dan Progo ke Sleman yang pada saat itu sering dilanda kekeringan.
Agar Mataram dapat menyuplai makanan untuk pemerintah militer Jepang, Sultan mengatakan bahwa saluran irigasi diperlukan.
Selain itu, berkat Selokan Mataram, ribuan warga Yogyakarta terhindar dari kewajiban dikirim sebagai kerja paksa atau romusha oleh pemerintah militer Jepang.
Konstruksi irigasi di Yogyakarta yang dikenal sebagai Gunsei Hasuiro, akhirnya berhasil mengatasi masalah kekurangan pangan di daerah tersebut dan terus memberikan manfaat hingga saat ini.
3. Bandara Sugimanuru
Bandara Sugimanuru terletak di Pulau Mua, Kabupaten Muna Barat, Sulawesi Tenggara. Bandara ini kini berada di bawah pengelolaan Kementerian Perhubungan.
Bandara Sugimanuru dibangun oleh Jepang untuk tujuan militer untuk membantu ekspansi Perang Pasifik, terutama di wilayah Laut Jawa dan Laut Banda.