Jimly Asshiddiqie : Gugatan Anwar Usman di PTUN Bikin Runyam
Jimly Asshiddiqie menyerukan kepada mantan MK, Anwar Usman, untuk bersikap sebagai seorang negarawan dan menerima dengan lapang dada sanksi pencopotan dari posisi ketua MK. Sumber foto: radarlampung.disway.id--
RADAR KAUR BACAKORAN.CO - Hakim Konstitusi Anwar Usman diminta bersikap negarawan dengan tidak lagi merebut kursi ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Langkah ini dinilai bijak dikarenakan MK diprediksi akan menjadi pemutus terakhir sengketa pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
Mantan Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie menegaskan, seorang negarawan pastinya mengutamakan kepentingan bangsa dan negara dibandingkan kepentingan pribadi.
Jimly Asshiddiqie meminta mantan Ketua MK Anwar Usman untuk bersikap seperti negarawan dan legowo menerima sanksi pencopotan dari posisi ketua MK yang dijatuhkan oleh MKMK.
Menurut Jimly, dikutip kaltim.tribunnews.com, Anwar tidak perlu mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk kembali merebut kursi ketua MK. Karena akan menjadi masalah ketika MK menangani sengketa hasil Pilpres 2024.
"Bayangkan sekarang ini kubu 01 dan kubu 03 mau mempersoalkan ke MK semuanya. Kalau ketuanya masih Anwar Usman mau bagaimana," kata Jimly.
Jimly mengingatkan, seorang negarawan semestinya mengutamakan kepentingan bangsa dan negara dibandingkan kepentingan pribadinya.
Ia juga menilai, putusan MKMK yang mencopot Anwar Usman serta melarang Anwar terlibat dalam penanganan sengketa Pilpres 2024 sudah tepat demi menghindari konflik kepentingan.
"Putusan MKMK itu sudah solusi, sudah terima, walaupun tidak enak bagi pribadi tertentu," ujar Jimly.
Jimly menilai, langkah Anwar menggugat pergantian ketua MK dari dirinya menjadi Suhartoyo ke Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) bukanlah langkah yang tepat.
Sebab, pemilihan ketua MK dilakukan secara internal di antara hakim konstitusi sehingga tidak menjadi objek yang bisa diadili oleh PTUN.
Putusan MKMK yang mencopot Anwar Usman juga semestinya tidak dapat diproses oleh PTUN. Karena putusan MKMK adalah terkait etik, bukan pelanggaran hukum yang menjadi wewenang pengadilan.
"Jadi daripada bikin runyam, saya berharap para hakim tidak membuat keputusan yang mempermalukan diri sendiri," tegas Jimly.