Diduga Terima Suap Kasus BTS Anggota BPK AQ Ditahan Kejagung
IST/RKa DITAHAN: Achsanul Qosasi (AQ) saat ditahan Kejagung.--
RADAR KAUR – Diduga telah terima suap proyek pembangunan menara Base Transceiver Station (BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1 - 5 BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika Tahun 2020-2022 Rp 40 Milyar (M).
Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi (AQ) ditahan Kejaksaan Agung (Kejagung) RI. Dengan ditetapkannya Achsanul Qosasi sebagai tersangka korupsi BTS 4G BAKTI.
Ini seolah membuka pernyataan beberapa tahun lalu yang pernah disampaikan eks Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Kala itu Ahok menyampaikan, bahwa BPK kerap mencari masalah agar bisa mendapatkan keuntungan pribadi dari pejabat.
Sebab BPK memiliki kewenangan besar. Seperti rekomendasi yang diberikan menjadi ketetapan tanpa bisa diutak-atik.
Dikutip jpnn.com, Selasa (7/11), pernyataan tersebut pun dibenarkan Sigid Riyanto pakar hukum pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) saat dihubungi di Jakarta.
Diketahui, Achsanul Qosasi ditetapkan sebagai tersangka. Karena diduga menerima uang Rp 40 M terkait jabatan utamanya, pengamanan.
Uang Rp 40 M itu setelah audit proyek Palapa Ring. Sadikin Rusli yang merupakan orang kepercayaan AQ menerima uang dari para terdakwa sesuai arahan bekas Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika (BAKTI Kominfo), Anang Achmad Latif.
Sigid menerangkan, adanya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 25/PUU-XIV/2016. Yang Isinya, kebenaran tentang kerugian negara menjadi delik materil.
"Artinya, hasil audit menjadi bagian yang dapat membuktikan ada tidaknya tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, potensi terjadinya penyalahgunaan kewenangan karena dengan hasil audit bisa menjadi ada tidaknya perbuatan korupsi," tuturnya.
Faktor berikutnya, minimnya pengawasan membuat potensi penyalahgunaan kewenangan (abuse of power) semakin besar terjadi. Apalagi, kekuasaan memberikan peluang besar pada ekses ekonomi yang tinggi.
"Memang selama ini susah untuk menjadikan manusia betul-betul clear, tidak didukung moralitas yang tinggi. Intinya, ketika pengawasan intern menjadi lemah, orang bebas seolah-olah tanpa pengawasan dari pihak luar," bebernya.
Ia melanjutkan, pengawasan BPK oleh DPR belum maksimal karena masih banyak auditor negara yang terjerat kasus tindak pidana korupsi.
"Oleh karena itu, menjadi bagian yang penting sekarang adalah. Pertama, proses seleksi menjadi lebih ketat. Kedua, mestinya ada pengawasan dari jajaran berkaitan dengan pelaksanaan tugas oleh pejabat publik," jelasnya. (cw2)