Penjarahan Sawit di Kalteng Bikin Merinding, Bisa Terjadi Di Kaur
JARAH : Puluhan kendaraan roda dua dan empat melakukan penjarahan buah kelapa sawit--
RADAR KAUR- Kalau persoalan kebun plasma kelapa sawit serta pembayaran bagi hasil plasma PT Ciptamas Bumi Selaras (CBS) di Kabupaten Kaur, tidak kunjung ada titik temu. Tidak menutup kemungkinan akan sama dengan kejadian perkebunan kelapa sawait di Kalimantan Tengah (Kalteng).
Masyarakat di sekitar perkebunan Kalteng ini melakukan penjarahan Tandan Buah Sawit (TBS) dan pemortalan jalan menuju perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di wilayah Kabupaten Seruyan. Dalam menjalankan aksinya, ribuan orang menggunakan ratusan mobil pikap menjarah TBS secara paksa dan dengan kekerasan.
Tak tanggung-tanggung, hasil jarahan mencapai ribuan ton. Dikutip dari jawapos.com dengan judul “Investasi Sawit di Kalteng Dinilai Sudah Tidak Aman Akibat Penjarahan”.
Dalam artikel dijelaskan, penjarahan yang dilakukan secara paksa oleh oknum masyarakat tersebut dianggap sudah merupakan pelanggaran hukum dan harus ditindak tegas.
Adanya penjarahan karena adanya permasalahan dengan pihak perkebunan. Tetapi seharusnya hal itu tidak boleh terjadi.
Seharusnya masyarakat menyampaikan secara santun tanpa kekerasan atau menggunakan senjata tajam dan lainnya. Karena itu, tindakan penjarahan dan pencurian sangat tidak dibenarkan.
Agar kejadian penyarahan perkebunan sawit bisa diatasi. Kapolda Kalteng Irjen Pol Djoko Poerwanto mengelurkan maklumat Nomor: mak/2/XI/2023 tanggal 16 November 2023 tentang Penyampaian Pendapat di Muka Umum, ada poin yang menyebutkan larangan membawa dan memiliki senjata tajam serta menyimpan senjata api, amunisi, atau bahan peledak.
Pelanggar diancam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan hukuman penjara maksimal 20 tahun.
Kelangsungan bisnis perkebunan kelapa sawit di Kalteng tengah terusik disebabkan maraknya aksi penjarahan yang dilakukan oknum masyarakat di lahan milik perusahaan.
Persoalan itu terjadi karena pemerintah tidak tegas dalam memberikan hak-hak masyarakat. Serta tidak menyosialisasikan regulasi perkebunan ke masyarakat hingga akar rumput. (*/ujr)