Tradisi Malam Nujuh Likur di Bengkulu Selatan Terancam Punah, Alasan Ketua BMA Bikin Ngakak

NYALAHKAN API : Bupati BS Gusnan Mulyadi, SE, MM saat menyalahkan api Lunjuk pada malam Nujuh Likur, belum lama ini. ROHIDI/RKa--

Namun, dampak kemanjuan teknologi dan zaman, tradisi Nujuh Likur mulai banyak tidak dimerngerti oleh kaum remaja dan anak-anak.

Lantaran, tradisi Nujuh Likur sudah jarang dilaksanakan karena keterbatasan perlatan atau bahan untuk membuat lunjuk.

Ketua Badan Musyawarah Adat (BMA) Kabupaten BS Yung Durhan mengungkapkan, jika memang seiring perkembangan zaman tradisi Nujuh Likur sulit ditemukan.

BACA JUGA:INI DIA! 4 Masjid Paling Terkenal di Sharjah, Megah dan Cantik

"Alasan pertama karena tidak tersedianya lagi bahan utama yakni sayak (tempurung kelapa, red). Sehingga, tradisi tersebut sudah jarang dilaksakan," ungkapnya.

Bahkan, tradisi yang sudah melekat menjadi suatu budaya tersebut mulai hilang disebabkan dengan susahnya mencari tempurung.

Seperti kalau dulu mencari tempurung sangat mudah. Sebab, ibu-ibu masih membuat santan sendiri.

Sekarang, sudah instant semua, sehingga tempurung kelapa sulit ditemukan dirumah-rumah saat ini.

"Tempurung harus beli sekarang, itu salah satu alasan tradisi atau budaya Nujuh Likur mulai berkurang dilaksanakan," jelasnya.

BACA JUGA:Mau Jadi Content Creator, Tapi Bingung Mulai dari Mana? Ini Solusinya, Dijamin Menyala

Kalau dulu sangat muda, tempurung kelapa sangat mudah ditemukan di rumah. Saat ini setiap rumah sudah tidak membuat santan sendiri.

Melainkan membeli santan jadi, sehingga tempurung kelapa sudah sulit ditemukan di setiap rumah warga.

Sementara, untuk lebih memperkuat tradisi atau budaya Nujuh Likur di masyarakat. Seharusnya kegiatan tersebut sudah menjadi kegiatan rutin bagi Pemerintah Daerah.

"Agar tidak punah atau hilang, Tradisi Nujuh Likur harus dijadikan kegiatan rutin tahunan oleh pemerintah," demikian Ketua BMA.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan