Sedangkan untuk bahan makanan baik konsumer atau Business To Business (B2B) sebanyak 8 juta, sementara saat ini produksi Indonesia hanya 51 juta ton.
Saat ini Pemerintah Indonesia berencana mengimplementasi B100 sebagai bahan bakar kendaraan.
BACA JUGA:Ada Apa dengan Ketua yang Lama? Hartini Jabat Ketua K3S Tanjung Kemuning
BACA JUGA:Mengenali Potensi Siswa, Ini yang Dilakukan SMPN 33 Kaur, Layak Dicontoh
Rencana ini muncul seiring dengan kebutuhan energi yang lebih ramah lingkungan.
Tentang program B100 akan merugikan pengusaha kelapa sawit di Indonesia.
Karena semakin tingginya kadar biodiesel, maka semakin tinggi produksi CPO Indonesia yang diberikan untuk program tersebut.
Pasti butuh 36 juta ton per tahun untuk menghasilkan B100 itu, dengan begitu nantinya porsi ekspor CPO akan terus turun.
BACA JUGA:TERBARU! Rekapitulasi C1 Dapil 2 DPRD Bengkulu Selatan Berubah, Partai Nasdem Diungguli Joni Aprizal
BACA JUGA:TERUNGKAP! Ternyata Ini Motif Warga BS Sayat Leher Tetangga
Dengan menurunnya porsi CPO untuk di ekspor, maka tentunya akan berdampak juga pada berkurangnya anggaran Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDPKS) untuk subsidi biodiesel yang ditopang oleh pungutan ekspor.
Wacana program B100 mulanya diusung Capres nomor urut 02, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Karena dengan kondisi yang ada ia optimis Indonesia bisa mencapai swasembada energi dengan B100 untuk solar, dan etanol 100 persen (E100) untuk bensin.