Namun, tidak semua Dayak melakukan tradisi ini, hanya Suku Dayak Ngaju, Dayak Kenyah dan Dayak Iban yang melakukannya.
Namun, pada tahun 1874, beberapa Suku Dayak meninggalkan kebiasaan mengerikan itu.
Saat itu, Damang Batu, yang merupakan kepala Suku Dayak Kahayan, mengumpulkan seluruh Suku Dayak untuk mengadakan pertemuan yang disebut Tumbang Anoi.
Pertemuan itu mencapai kesepakatan untuk mengakhiri tradisi Ngayau karena dianggap menimbulkan konflik di antara Suku Dayak.
Namun, pada tahun 2001, bentrokan antara Suku Dayak dan Suku Madura yang merupakan pendatang membuat tradisi mengerikan itu kembali dilakukan.
Akibatnya, ratusan korban berupa tubuh tanpa kepala berjatuhan akibat perburuan yang tiada henti.
Praktik tersebut tidak meluas dan berlanjut, sehingga hanya pada konteks perselisihan kedua suku tersebut saja. Sekarang, tradisi ini tidak lagi dilakukan dan sudah punah.
BACA JUGA:Weton Senin Kliwon Memiliki Tiga Khodam Pendamping, Ini Jenisnya
BACA JUGA:Walau Persenjataan Suku Dayak Terbatas, Tetapi Ini Bukti Kegigihan Mereka Berjuang
4. Suku Naulu - Penggal Kepala untuk Persembahan
Suku Naulu tinggal di pedalaman Pulau Seram, Maluku dan terkenal memiliki tradisi mengerikan yaitu, memenggal kepala manusia sebagai persembahan.
Suku Naulu hidup di dua dusun, Dusun Nuanea dan Dusun Sepa.
Ciri khas mereka adalah ikat kepala berwarna merah yang merupakan kain berang. Tradisi memenggal kepala sudah dilakukan sejak lama yaitu, ketika perang antar suku masih marak terjadi.
Selain itu, raja-raja suku Naulu di masa lalu menggunakan tradisi ini untuk memilih menantu laki-laki dan saat meresmikan kedewasaan seorang laki-laki atau yang disebut dengan ritual Pataheri.
Setelah hilang pada awal tahun 1900-an, tradisi ini berlanjut hingga 1940-an. Namun, tradisi mengerikan itu tidak lagi terdengar.
Sedangkan, ritual Pataheri masih dilakukan hingga saat ini namun persembahannya diganti dengan burung kuskus.