Dengan tenaga, fatwa, dan pidatonya yang berapi-api, Habib Salim bahkan mendorong para pejuang untuk melakukan jihad melawan penjajah Belanda.
Selama penjajahan Jepang dan Belanda, ulama yang hebat dalam berdebat dan berpidato pernah ditangkap, meski ditangkap, semangatnya dalam berjuang dan berdakwah sama sekali tidak surut.
2. Habib Ali Kwitang
Habib Ali Kwitang Al-Habsyi adalah tokoh penting dalam jaringan habib pada akhir abad ke-19. Dia lahir pada 20 Jumadil Awal 1286/20 April 1870, dan wafat pada Ahad 20 Rajab 1388H/13 Oktober 1968.
Pada tahun 1886, Habib Ali Kwitang berguru kepada para ulama yang ada di Indonesia. Dia bahkan membangun pengajian tetap di Majelis Taklim Kwitang dan di tempat lain di seluruh Indonesia, dari desa terpencil hingga diluar negeri.
Habib Ali Kwitang, bersama dengan guru Sayyid Usman Yahya, adalah tokoh politik dan pejuang kemerdekaan di era pergerakan nasional.
Pada masa itu, beliau aktif di Partai Syarikat Islam yang dipimpin oleh HOS Cokroaminoto dan Haji Agus Salim.
3. Habib Idrus bin Salim Al-Jufri
Habib Idrus bin Salim Al-Jufri lahir pada 15 Maret 1892 di Taris, Hadramaut, Yaman. Dia tidak hanya dikenal sebagai guru Islam di Sulawesi Tengah, tetapi juga dikenal sebagai nasionalis yang menentang penjajahan.
Habib Idrus menulis syair kemerdekaan pada tahun 1945, menunjukkan kesetiaan dan rasa kagumnya pada Soekarno. Sepanjang hidupnya, Habib Idrus selalu berjuang untuk pendidikan dan perjuangan kemerdekaan.
Madrasah al-Khairat, yang didirikan oleh Habib Idrus bin Salim Al-Jufri, tidak hanya berfungsi sebagai sarana dakwah Islam, tetapi juga menjadi tempat untuk melawan dan mengajarkan prinsip-prinsip Nasionalisme.
Meskipun dirinya darah Arab, Habib Idrus bin Salim Al-Jufri mengungkapkan cintanya pada Indonesia dalam syairnya yang ditulis pada tahun 1945, yang bahkan dikenal sebagai syair yang bermakna perjuangan sarat nasionalisme.
4. Syarif Hamid II
Memiliki nama lengkap Syarif Abdul Hamid Alkadrie, Syarif Hamid II adalah Sultan dan Habib di Kesultanan Pontianak, Kalimantan Barat. Dia juga yang merancang Lambang Garuda Pancasila.
Sultan Hamid II adalah putra Sulung Pontianak ke-6. Dia lahir di Pontianak pada 12 Juli 1913 dan meninggal di Jakarta pada 30 Maret 1978. Dia menempuh pendidikannya di di ELS di Sukabumi, Pontianak, Yogyakarta, dan Bandung.
Meskipun Syarif Hamid II tidak tamat di Bandung, dia lulus dengan pangkat letnan dan dilantik sebagai perwira KNIL dengan pangkat Letnan Dua pada tahun 1937.