Mengagumkan! Jasad Sahabat Ini Dijaga Allah
ILUSTRASI: Ashim bin Tsabit sahabat Rasulullah yang jasadnya diaga Allah SWT.--
RADAR KAUR - Melansir laman khazanah.republika.co.id, Selasa (21/11). Terkisah setelah mengalami kekalahan dalam Perang Badar. Kaum Quraisy bertekad membalas mereka. Kedengkian dan nafsu untuk balas dendam terus berkobar di dada kaum Quraiys. Tidak saja kaum pria, bahkan perempuan-perempuan bangsawan kaum Quraisy pun turut pula ke Uhud untuk menggelorakan semangat perang.
Di antara para wanita itu terdapat Hindun binti Utbah (istri Abu Sufyan bin Harb), Raithah binti Munabbih (istri Amr bin Ash), Sulafah binti Sa’ad beserta suaminya, Thalhah, dan tiga orang anak laki-lakinya: Musafi', Julas, dan Kilab, serta banyak lagi wanita-wanita lainnya.
Ketika pasukan-pasukan Islam dan musyrikin bertemu di medan Uhud, dan api peperangan pun menyala, Hindun binti Utbah dan beberapa perempuan lain berdiri di belakang pasukan pria. Mereka memegang rebana dan menabuhnya sambil menyanyikan lagu peperangan. Lagu-lagu mereka membakar semangat pasukan berkuda, membuat para suami bagai terkena sihir.
Pertempuran pun usai. Kaum Quraisy meraih kemenangan pada peperangan tersebut. Para wanita Quraisy berlompatan, berlarian ke tengah medan pertempuran, mabuk kemenangan. Mereka mencincang dan merusak mayat-mayat kaum Muslimin yang gugur dalam pertempuran tersebut dengan cara yang sangat keji. Perut mayat-mayat itu mereka belah, matanya dicongkel, telinga dan hidungnya dipotong.
Bahkan seorang di antara mereka tidak puas dengan cara begitu saja. Hidung dan telinga mayat-mayat itu dibuatnya menjadi kalung, lalu dipakainya untuk membalaskan dendam bapak, saudara, dan pamannya yang terbunuh di Badar.
Sulafah binti Sa’ad lain pula caranya. Dia tidak seperti perempuan lain. Hatinya guncang dan gelisah menunggu kemunculan suami dan ketiga orang anaknya. Dia berdiri bersama kawan-kawannya yang sedang mabuk kemenangan. Setelah lama menunggu dengan sia-sia, akhirnya dia masuk ke arena pertempuran, sampai jauh ke dalam. Diperiksanya satu per satu wajah mayat-mayat yang bergelimpangan.
Tiba-tiba didapatkannya mayat suaminya terbaring hampa berlumuran darah. Dia melompat bagaikan singa betina ketakutan. Kemudian, ditujukannya pandangan ke segala arah mencari anak-anaknya: Musafi', Kilab, dan Julas. Tidak berapa lama dia mencari ke segenap lapangan, didapatinya Musafi dan Kilab telah tewas. Namun Julas masih hidup dengan nafas kembang-kempis.
Kemudian, ditatapnya wajah anaknya seraya bertanya, “Siapa lawan yang menjatuhkanmu?”
Dengan nafas putus nyambung Julas menjawab, “Ashim bin Tsabit, dia pula yang memukul roboh Musafi' dan...”
Belum habis dia berbicara, nafasnya sudah putus. Sulafah binti Sa’ad bagaikan orang gila. Dia menangis dan meraung sekencang-kencangnya. Dia bersumpah tidak akan makan dan menghapus air mata, kecuali bila orang Quraisy membalaskan dendamnya terhadap Ashim bin Tsabit, dan memberikan batok kepala Ashim kepadanya untuk dijadikan mangkok tempat minum khamr. Dia juga berjanji akan memberikan hadiah dan uang yang banyak bagi orang yang dapat menyerahkan Ashim bin Tsabit kepadanya, hidup atau mati!
Kaum muslimin kembali ke Madinah. Mereka membicarakan pertempuran yang baru dialami. Sama-sama memperlihatkan rasa sedih atas pahlawan-pahlawan yang syahid, memuji keberanian orang-orang yang terluka, dan sebagainya. Mereka pun tidak ketinggalan menyebut nama Ashim bin Tsabit yang dikatakan sebagai pahlawan gagah tak terkalahkan. Mereka kagum bagaimana Ashim mampu merobohkan tiga bersaudara sekaligus.
Tidak berapa lama setalah Perang Uhud, Rasulullah memilih enam orang sahabat untuk melaksanakan suatu tugas penting, dan beliau mengangkat Ashim bin Tsabit sebagai pemimpin. Orang-orang terpilih ini berangkat melaksanakan tugas yang dibebankan oleh Rasulullah kepada mereka.
Di tengah jalan, tidak jauh dari Makkah, sekelompok kaum Hudzail melihat kedatangan mereka. Kelompok itu segera mengepung mereka dengan ketat. Ashim dan kawan-kawan dengan sigap menyambar pedang masing-masing, dan siap siaga menghadapi segala kemungkinan.
Ashim dan rekan-rekannya menyerang orang-orang Hudzail. Mereka bertiga bertempur mati-matian, sehingga akhirnya roboh dan gugur satu per satu. Adapun kawan Ashim tiga lagi menyerah sebagai tawanan. Mereka dikhianati oleh kaum Hudzail yang tidak memenuhi janji.