RADAR KAUR - Presiden ke-5 RI sekaligus Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri menyentil sikap penguasa saat ini seperti pemerintahan di masa Orde Baru.
Wakil Ketua Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos, menilai pernyataan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri terkait sikap penguasa saat ini mau seperti penguasa di masa Orde Baru ada benarnya.
"Pernyataan Megawati ada benarnya jika berkenaan dengan kemunduran demokrasi. Namun belum sampai pada pengulangan pada apa yang terjadi di era Orde Baru," ujar Bonar di Jakarta, Rabu (29/11/2023).
“Kami akui bahwa ada kemunduran kualitas demokrasi di Indonesia, tetapi mengatakan penguasa sekarang ini bertindak seperti orde baru masih belum,” tegas Bonar.
Menurut dia, dikutip jpnn.com, sekarang ini memang ada sejumlah kejadian yang mencederai demokrasi. Namun, di sisi lain, masih ada pula kebebasan di negeri ini.
“Kebebasan berpendapat, kebebasan pers, dan juga oposisi masih ada,” ujar Bonar.
Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Strategic Action (CISA) Herry Mendrofa menegaskan pernyataan Megawati sebagai respons atas kondisi politik terkini.
Dia menilai pidato Megawati menyiratkan kekecewaan, kegelisahan dan tanggung jawab moral.
“Saya kira ini respons Megawati melihat situasi atas konstelasi politik yang begitu dinamis dan cukup alot. Menurut saya respons Megawati lebih pada political surprise yang terjadi hingga hari ini,” ujar Herry.
Oleh karena itu, Herry menilai pidato dari aspek semiotika politik dapat diartikan sebagai bentuk dari kekecewaan dan kegelisahan.
“Sebagai Presiden ke-5 RI tentunya memiliki tanggung jawab moral untuk menanggapi atau merespons situasi yang terjadi,” ungkap Herry.
Kendati demikian, memang tidak bisa dihindari saat ini terjadi preseden buruk yang mengarah pada era Orde Baru.
“Dari peristiwa-peristiwa politik atau preseden politik yang terjadi, ada arah ke sana. Bahwasanya ada proses-proses di mana terjadinya intervensi politik atau penguasa terhadap suprastruktur politik lainnya atau lebih pada lembaga-lembaga negara," ujar Herry.
Pemilu saat ini dibayang-bayangi dengan isu netralitas aparat penegak hukum hingga aparatur negara yang dimobilisasi untuk mendukung dan memenangkan calon tertentu. (cw2)