Gaya arsitektur ini berkembang pada tahun 900-an, pada masa Dinasti Fatimiyah di Afrika Utara dan Timur Tengah.
Dengan eksterior didominasi warna krem, masjid ini terlihat menonjol di antara bangunan-bangunan berbentuk kotak di sekitarnya.
BACA JUGA:Tergerus Zaman! Inilah Permainan Tradisional yang Mulai Ditinggalkan
BACA JUGA:8 Makanan Khas Surabaya, Rujak Cingur Enak dan Lezat
Masjid ini memiliki satu kubah besar dan beberapa kubah kecil dengan hiasan dinding yang mempesona. Kubah ini, kata Ahmed, bukan sekadar hiasan.
Ini juga berfungsi untuk memantulkan suara imam saat salat sehingga para jemaah bisa mendengar bacaannya. Dinding di depan mihrab juga melengkung dengan fungsi yang sama.
Di dalam masjid terdapat beberapa pilar yang menopang bangunan. Interiornya dihiasi dengan seni dekorasi plesteran dengan warna-warni pastel yang cantik, ditambah dengan sebuah lampu gantung besar di bawah kubah.
Masjid juga memiliki menara kembar tinggi yang membingkai kubahnya. Menara ini dulu berfungsi untuk mengumandangkan azan.
Hal yang menarik perhatian banyak turis adalah tata cara ibadah umat Islam. Ahmed menjelaskan bahwa saat beribadah di masjid, jemaah laki-laki dan perempuan dipisah.
BACA JUGA:H-10 Lebaran, SPBU Bintuhan Belum Ajukan Kuota BBM Tambahan, Ini Alasannya
BACA JUGA:28 Kepsek dan Guru di Kaur Pensiun Tahun Ini, Berikut Nama-Nama dan Asal Sekolahnya
Perempuan memiliki ruang ibadah sendiri yang berada di bagian samping masjid, terhubung dengan sebuah pintu besar. Ruang ibadah perempuan ini dilengkapi dengan tempat wudu serta mainan anak.
Memperkenalkan Islam, para turis bukan hanya untuj melihat keindahan dan sejarah masjid, tetapi memperkenalkan Islam kepada orang asing, baik tentang ibadah atau hal-hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan seorang muslim.
Di luar dugaan, banyak orang asing yang tertarik bertanya dan ingin mempelajari lebih jauh tentang Islam setelah mengikuti berkunjung di masjid ini. ini.