Visi Law Office menilai pembentuk UU tidak memperhitungkan secara cermat seluruh implikasi teknisnya. Sehingga dirasa berpotensi menghambat Pilkada yang berkualitas.
"Dalam pandangan pemohon bersama Visi Law Office sebagai kuasa hukum. Pembentuk undang-undang tidak memperhitungkan dengan cermat semua implikasi teknis atas pilihan Pilkada serentak nasional tahun 2024, sehingga berpotensi menghambat Pilkada yang berkualitas," ucapnya.
Para pemohon meminta agar pelaksanaan Pilkada serentak 2024 dibagi menjadi dua gelombang. Pelaksanaan dua gelombang dinilai jadi solusi atas problem teknis pelaksanaan Pilkada serentak 2024 mulai dari keamanan hingga masa jabatan kepala daerah.
"Atas seluruh argumentasi yang dijelaskan secara detail dalam permohonan, para pemohon meminta MK untuk membagi keserentakan Pilkada nasional pada 546 daerah otonomi menjadi dua gelombang. Pelaksanaan gelombang pertama pada bulan November 2024 sebanyak 276 daerah dan selanjutnya gelombang kedua sebanyak 270 daerah dilaksanakan pada bulan Desember 2025," ujarnya.