Anting-anting dikenal luas oleh penghobi kucing sebagai tanaman pemikat, karena sering kali kucing terlihat menggosokkan tubuh mereka ke tanaman ini atau memakannya dalam jumlah kecil.
Namun bagi Elok, pengalaman memetik tanaman itu justru menjadi bagian dari proses panjang riset ilmiah.
“Saya harus bersaing dengan kucing-kucing di sekitar rumah ketika hendak mengambil tanaman ini,” kelakarnya.
BACA JUGA:Tekanan Darah Tinggi Auto Berkurang dengan Mengonsumsi Lima Jenis Tanaman Herbal Ini!
BACA JUGA:Tanaman Herbal Mampu Menyembuhkan Gangguan Lambung, Berikut Jenis dan Cara Penggunaannya!
Tanaman Anting-anting, menurutnya, memang sangat mudah ditemukan di lingkungan sekitar.
Selain itu, masyarakat tradisional juga sudah lama memanfaatkan Anting-anting sebagai obat herbal untuk menurunkan kadar asam urat, memperkuat reputasinya sebagai tanaman multifungsi.
Meski potensi tanaman ini menjanjikan, Elok menegaskan bahwa penelitian ini masih berada pada tahap eksploratif.
Studi metabolomik yang dilakukan baru mengarah pada identifikasi awal senyawa aktif yang diduga memiliki aktivitas antikanker.
“Kajian metabolomik ini bisa juga dibilang sebagai pendekatan cepat untuk menduga senyawa penciri,” kata alumnus FMIPA Universitas Brawijaya itu.
“Namun tentu saja, masih diperlukan berbagai uji lanjutan, termasuk uji in vitro dan in vivo, agar bisa benar-benar dibuktikan efektivitas dan keamanannya.”
Selain antikanker, Elok juga menyebut bahwa tanaman ini memiliki potensi sebagai antimalaria, yang berarti membuka peluang lebih luas dalam pengembangan fitofarmaka berbasis tanaman lokal.
Penelitian Elok menunjukkan bahwa kekayaan hayati Indonesia masih menyimpan banyak potensi yang belum tergali.
Melalui pendekatan ilmiah yang modern seperti metabolomik, tanaman-tanaman yang selama ini dianggap biasa saja bisa diangkat menjadi kandidat kuat dalam pengembangan obat berbasis herbal yang berdaya saing global.
“Indonesia punya kekayaan tanaman luar biasa. Tantangannya adalah bagaimana kita menggali, meneliti, dan mengembangkannya secara ilmiah agar bisa dimanfaatkan lebih luas untuk kesehatan,” tutup Elok.*