BENGKULU SELATAN (BS) - Dalam kontestasi Pemilihan Umum (Pemilu), baik legeslatif maupun Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Transaksi politik uang merupakan hal yang kerap terjadi untuk memenangkan kontestan.
Dalam praktiknya, politik uang yang terjadi bukan hanya memberikan uang tunai secara langsung kepada para pemilih. Hal itu dengan tujuan mengarahkan pemilih untuk memilih atau bahkan tidak memilih pasangan calon (Paslon) tertentu.
Sebab, teknis pemberian uang yang tidak langsung atau non tunai, juga bisa dikategorikan politik uang.
Hal ini dijelaskan langsung oleh Ketua Bawaslu BS Sahran, SE melalui Komisioner M. Arif Hidayat, S.Pd.I. Dirinya mengaku, ada 11 jenis bentuk politik uang.
Pertama adalah uang tunai, dalam bentuk serangan fajar atau diberikan menjelang hari pemungutan suara.
Selanjutnya, transfer uang elektronik seperti E-Wallet, dompet digital, top up saldo. Kemudian, yang ketiga uang sedekah, paket sembako dan kupon belanja.
Selain itu, ada namanya uang ganti atau uang transport yang diberikan sebagai pengganti waktu kerja pemilih.
Misalnya, ada seorang petani yang harusnya pergi ke sawah atau ladang diberikan uang agar datang ke TPS untuk memilih calon tertentu.
BACA JUGA:KPU Tetapkan Besaran Dana Kampanye Pilkada 2024, Segini Jumlah Maksimal Setiap Paslon
BACA JUGA:Beda dengan ASN, Ternyata Kades dan Perangkat Desa Boleh Hadiri Kampanye Paslon Pilkada 2024
Ketujuh, hadiah dalam bentuk barang melebihi nilai Rp 1 juta. Misalnya, pemberian uang dalam sebuah kegiatan perlombaan atau gerak jalan yang biasanya model karcis berhadiah.
Selanjutnya, pemberian token listrik, lalu barang konsumsi lainnya seperti alat ibadah, perlengkapan sekolah. Lalu, sumbangan kepada komunitas atau organisasi.
Bantuan diberikan dengan syarat atau harapan bahwas komunitas tersebut mendukung calon tertentu, seperti pembangunan fasilitas umum atau donasi ke rumah ibadah. Terlahir, iming-iming proyek, kontrak, dan promosi jabatan.
"Semua jenis yang termasuk politik uang dilarang dalam proses pemilu, termasuk dalam pemilukada serentak tahun 2024 ini. Kalau ada paslon yang terbukti melakukan pelanggaran itu akan ditindak tegas sesuai aturan yang berlaku," tukas Arif. *