KORANRADARKAUR.ID - Miliarder teknologi Elon Musk, pemilik platform X dan CEO Tesla, baru-baru ini mengumumkan rencananya untuk memberikan hadiah senilai US$ 1 juta setiap hari kepada pemilih terdaftar di negara bagian tertentu.
Sebagai bagian dari kampanyenya untuk mendukung mantan Presiden AS Donald Trump.
Namun, inisiatif ini menuai kritik tajam dari para ahli hukum pemilu yang menilai bahwa tindakan tersebut dapat melanggar hukum pemilu yang ada.
Dalam sebuah acara kampanye di Harrisburg, Pennsylvania, Musk mengungkapkan bahwa undian tersebut bertujuan untuk mendorong partisipasi pemilih, dengan harapan menarik 2 juta orang untuk menandatangani petisi yang dia dukung.
BACA JUGA:Diretas Hacker, Harga Bitcoin Langsung Melonjak Naik
BACA JUGA:Tesla Jual Bitcoin Senilai $760 Juta, Ada Apa Ya?
"Kami akan memberikan US$ 1 juta secara acak kepada orang-orang yang telah menandatangani petisi, setiap hari, mulai sekarang hingga pemilihan," ujar Musk.
Petisi tersebut menekankan dukungan terhadap kebebasan berbicara dan hak memiliki senjata.
Musk sebelumnya telah menyumbangkan lebih dari US$ 75 juta kepada PAC pro-Trump-nya dan berharap bahwa undian ini dapat meningkatkan pendaftaran pemilih di kalangan pendukung Trump.
Ia juga menggelar acara-acara kampanye di Pennsylvania dan menyebarkan teori konspirasi seputar pemilihan umum 2020.
Namun, banyak ahli hukum pemilu berpendapat bahwa tawaran hadiah ini berpotensi melanggar undang-undang federal yang melarang pembayaran kepada individu untuk mendaftar atau memberikan suara.
Menurut hukum yang berlaku, setiap bentuk pembayaran untuk mendaftar atau memilih dapat dikenakan sanksi hingga lima tahun penjara.
Derek Muller, seorang profesor hukum pemilu di Sekolah Hukum Notre Dame, menjelaskan, "Ketika Anda mulai membatasi hadiah hanya untuk pemilih terdaftar, di situlah muncul kekhawatiran penyuapan."
Ia menganggap langkah Musk sebagai langkah yang bisa menimbulkan masalah hukum.
David Becker, mantan pejabat Departemen Kehakiman, menambahkan bahwa tindakan Musk jelas menunjukkan niatnya untuk mempengaruhi hasil pemilihan di negara-negara bagian yang dianggap kunci.