KORANRADARKAUR.ID – Peristiwa Gerakan 30 September (G30S) yang terjadi pada tahun 1965 memberikan dampak mendalam baik secara sosial maupun politik bagi bangsa Indonesia.
Kudeta yang digagalkan ini tidak hanya mengubah lanskap politik, tetapi juga memengaruhi struktur sosial dan hubungan antar kelompok di negara ini.
Secara politik, dampak langsung dari G30S adalah perubahan besar dalam struktur kekuasaan di Indonesia. Kegagalan kudeta ini memicu respons keras dari militer di bawah pimpinan Jenderal Soeharto, yang kemudian mengambil alih kekuasaan dari Presiden Soekarno.
Soeharto, melalui operasi penumpasan terhadap Partai Komunis Indonesia (PKI) dan pendukungnya, berhasil mengkonsolidasi kekuasaan dan membentuk pemerintahan Orde Baru pada tahun 1966. Era Orde Baru yang dipimpin Soeharto ditandai dengan penguatan peran militer dalam politik dan ekonomi serta pembatasan terhadap kebebasan politik dan hak asasi manusia.
Di sisi sosial, dampak G30S sangat terasa dalam bentuk kekerasan dan penindasan. Penumpasan PKI yang terjadi setelah G30S menyebabkan ribuan orang ditangkap, dipenjara, atau dieksekusi tanpa proses hukum yang jelas.
Banyak korban adalah anggota PKI, simpatisan, dan bahkan orang-orang yang tidak terlibat langsung dengan kudeta. Pelanggaran hak asasi manusia yang meluas ini meninggalkan trauma mendalam di masyarakat dan menciptakan ketegangan antar kelompok.
BACA JUGA:Hasil Panen Merosot Hingga Matinya Tanaman Sawit, Itu Tanda Hama Ulat Kantong
BACA JUGA:Diperjuangkan Gubernur Rohidin, 900 PPL di Bengkulu Akan Jadi Pegawai Pusat
Pembangunan narasi sejarah juga menjadi salah satu dampak sosial signifikan. Versi resmi dari pemerintah Orde Baru menggambarkan PKI sebagai musuh negara dan menyalahkan mereka atas peristiwa kekerasan.
Narasi ini tidak hanya membentuk pemahaman publik mengenai peristiwa tersebut tetapi juga menghilangkan banyak perspektif lain. Akibatnya, banyak keluarga korban dan sejarah lokal menjadi terabaikan atau ditutup-tutupi.
Dampak jangka panjang dari G30S/PKI juga terlihat dalam perubahan sosial. Era Orde Baru memperkenalkan berbagai kebijakan yang memperkuat kontrol pemerintah terhadap masyarakat, termasuk pembatasan kebebasan berpendapat dan pengekangan terhadap aktivisme politik. Hal ini menciptakan suasana ketidakpastian dan ketergantungan pada pemerintah, serta melemahkan dinamika politik dan sosial yang lebih terbuka.
Hingga kini, dampak G30S/PKI masih terasa dalam bentuk sikap sosial dan politik di Indonesia. Diskusi mengenai peristiwa ini sering kali mengungkit kembali perdebatan tentang keadilan, hak asasi manusia, dan rekonsiliasi sejarah. Proses penyembuhan dan pemulihan sejarah masih menjadi tantangan besar bagi bangsa Indonesia dalam usaha untuk memahami dan merangkul masa lalu secara lebih utuh dan objektif.*