KORANRADARKAUR.ID – Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia untuk mencabut Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (TAP MPRS) No. XXV/MPRS/1966 mengenai pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) dan larangan aktivitas komunisme di Indonesia, menandai babak baru dalam sejarah politik negara.
Keputusan ini diumumkan pada hari Selasa, 10 September 2024, dan menjadi topik hangat di berbagai kalangan, terutama terkait dengan posisi pemerintah terhadap ideologi komunisme dan PKI.
Dalam pertimbangannya, MK menegaskan bahwa pencabutan TAP MPRS ini bertujuan untuk memperjelas posisi hukum terkait dengan larangan PKI dan tidak berarti bahwa pemerintah Indonesia mengubah sikapnya terhadap ideologi komunisme.
Pencabutan tersebut berlandaskan pada pertimbangan hukum dan konstitusi, dengan alasan bahwa TAP MPRS tersebut tidak sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang lebih modern dan hak asasi manusia yang kini diterima secara luas.
Ketua MK, Prof. Dr. Anwar Nasution, menjelaskan bahwa TAP MPRS telah menjadi warisan dari masa lalu yang tidak lagi relevan dengan konstitusi dan prinsip negara saat ini.
"Pencabutan ini bukanlah upaya untuk merestui atau mendukung PKI, melainkan langkah hukum untuk menyelaraskan undang-undang dengan perkembangan demokrasi dan hak asasi manusia yang lebih kontemporer," ujar Nasution dalam konferensi pers.
BACA JUGA:Wajib Tahu! Barang-barang Mewah Ini dikenakan Pajak, Ada 14 Jenisnya
Pemerintah Indonesia, melalui pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, menegaskan bahwa pencabutan TAP MPRS tidak mengubah sikap pemerintah terhadap PKI dan komunisme.
"Kami ingin menegaskan bahwa pemerintah tetap berkomitmen untuk menanggulangi setiap bentuk ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945," kata Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD.
Ia menambahkan bahwa keputusan MK harus dipahami dalam konteks penegakan hukum dan penyesuaian dengan konstitusi, bukan sebagai dukungan terhadap komunisme.
Sementara itu, pihak-pihak yang selama ini mengkritik TAP MPRS berpendapat bahwa pencabutan tersebut adalah langkah positif menuju rekonsiliasi sejarah dan penegakan prinsip-prinsip hukum yang lebih baik.
Namun, sejumlah pihak juga khawatir bahwa langkah ini dapat menimbulkan kebingungan atau spekulasi mengenai sikap negara terhadap ideologi komunisme.
Sejumlah organisasi masyarakat sipil juga menyambut baik keputusan tersebut, dengan harapan bahwa hal ini akan membuka ruang bagi dialog yang lebih konstruktif mengenai sejarah dan ideologi politik di Indonesia.
Di sisi lain, beberapa elemen masyarakat meminta agar pemerintah tetap waspada dan tegas terhadap potensi kebangkitan ideologi yang dianggap bertentangan dengan ideologi negara.