Pascatragedi G30S PKI, Wali Kota Moerachman Dipenjara di Kalisosok, Ini Kisah Tragedinya
Inilah Wali Kota Moerachman dipenjara di Kalisosok. -Sumber foto: koranradarkaur.id-
KORANRADARKAUR.ID – Tragedi Gerakan 30 September (G30S) yang terjadi pada tahun 1965 meninggalkan luka mendalam dalam sejarah Indonesia, termasuk di Surabaya.
Kota yang dikenal sebagai pusat perdagangan dan budaya ini menjadi saksi bisu dari kemarahan warga yang meluap, terutama terhadap mereka yang diduga terlibat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Setelah peristiwa G30S, situasi di Surabaya semakin tegang. Wali Kota Surabaya saat itu, Moerachman yang dianggap dekat dengan PKI menjadi target kemarahan masyarakat.
Dalam upaya meredakan ketegangan, Moerachman ditangkap dan dipenjarakan di Lapas Kalisosok.
Penahanan ini bukan hanya sebagai bentuk balas dendam, tetapi juga sebagai simbol kekuasaan baru yang ingin membangun citra bersih dari pengaruh komunis.
BACA JUGA:Gagasan Angkatan Kelima dan Pemicu Peristiwa G30S PKI
Dikutip dari radarsurabaya.id, menurut sejumlah saksi. Penangkapan Moerachman memicu gejolak lebih lanjut di masyarakat.
“Warga merasa kehilangan sosok pemimpin yang mereka percayai, tetapi kemarahan terhadap PKI jauh lebih mendalam. Ini adalah masa di mana semua yang dianggap berhubungan dengan komunis menjadi sasaran,” ujar Ahmad, seorang warga Surabaya yang menyaksikan langsung peristiwa tersebut.
Kemarahan ini berujung pada tindakan kekerasan yang lebih besar. Salah satu lokasi yang menjadi pusat kekerasan adalah Pabrik Kulit Wonocolo.
Di sana, ratusan pekerja yang dituduh berafiliasi dengan PKI dibantai secara brutal.
BACA JUGA:Gelar Pahlawan Revolusi bagi Korban G30S/PKI, Bukan Hanya Penghormatan, Berikut Makna Lainnya
Penyerangan tersebut dilakukan oleh massa yang dipicu oleh propaganda anti-komunis yang masif. Dalam waktu singkat, pabrik itu berubah menjadi lokasi pembantaian yang mengerikan.
Menurut laporan saksi mata, banyak pekerja yang tidak terlibat langsung dengan PKI pun menjadi korban.
“Saya melihat, banyak orang tak berdosa. Hanya karena mereka bekerja di pabrik itu, diperlakukan dengan sangat kejam. Ini adalah tragedi kemanusiaan,” kata Ratna, seorang mantan pekerja di pabrik tersebut.