Resmi! Hakim Suhartoyo Ketua MK, Tangani Lima Perkara Kontoversial
IST/RKa DILANTIK : Ketua MK Suhartoyo saat bacakan sumpah jabatan di Gedung MK. --
RADAR KAUR – Hakim Konstitusi, Dr. Suhartoyo S.H., M.H Resmi dilantik menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Periode 2023-2028, Senin, 13 November 2023.
Sebagaimana diketahui, Suhartoyo terpilih sebagai Ketua MK menggantikan Anwar Usman yang dicopot dari jabatannya, yang dinyatakan melakukan pelanggaran kode etik berat oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Pemilihan dilakukan secara musyawarah mufakat dalam Rapat Pleno Hakim (RPH).
Suhartoyo pun terlibat dalam pengambilan sejumlah keputusan penting. Setidaknya, pernah menangani lima perkara yang menjadi sorotan publik. Bahkan cenderung kontroversial.
Yakni soal putusan tentang batas usia calon presiden dan calon wakil presiden, soal uji materi UU Cipta Kerja, uji materi UU Perkawinan, soal uji materi UU Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP), dan sengketa hasil Pemilu 2019.
Pada pertengahan 2020. Dikutip disway.id, kala itu, Suhartoyo sepakat dengan suara mayoritas. Yakni Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Aswanto, dan Wahiduddin Adams.
Mereka menyatakan bahwa UU Cipta Kerja tak memenuhi syarat formil. Lantas harus dibekukan dan diperbaiki selama dua tahun.
Suhartoyo pun membacakan pertimbangan hukum MK. Ia menyebut tata cara pembentukan UU Cipta Kerja tidak didasarkan pada cara dan metode yang pasti, baku, dan standar, serta sistematika pembentukan undang-undang.
“Bertentangan dengan azas-azas pembentukan peraturan perundang-undangan, maka Mahkamah Konstitusi berpendapat proses pembentukan UU 11/2020 adalah tidak memenuhi ketentuan berdasarkan UUD 1945, sehingga harus dinyatakan cacat formil,” kata Suhartoyo.
Alasan UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat lantaran mahkamah hendak menghindari ketidakpastian hukum. Juga dampak lebih besar yang ditimbulkan.
Dan harus mempertimbangkan tujuan strategis dibentuknya UU Cipta Kerja. Karena itu, dalam memberlakukan UU 11/2020 yang telah dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat menimbulkan konsekuensi yuridis terhadap keberlakuan UU 11/2020 a quo.
Sehingga mahkamah memberikan kesempatan kepada pembentuk undang-undang untuk memperbaiki UU 11/2020.
Tentu berdasarkan tata cara pembentukan undang-undang yang memenuhi cara dan metode yang pasti, baku dan standar di dalam membentuk undang-undang omnibus law atau hukum untuk semua.
Juga harus tunduk dengan keterpenuhan syarat asas-asas pembentukan undang-undang yang telah ditentukan.