Ketika itulah pukulan ayahnya secara bertubi-tubi menimpa Khalid. Dia lantas dikurung dalam kamar gelap di rumahnya. Juga dibiarkan lapar dan dahaga.
Namun Khalid berseru kepadanya dengan suara keras dari balik pintu yang terkunci, "Demi Allah, sesungguhnya ia benar dan aku beriman kepadanya!"
Jelaslah sekarang bagi Sa’id. Jika siksa yang ditimpakan kepada anaknya itu belum lagi cukup dan memadai. Oleh sebab itu, dibawanya anak itu ke tengah panas teriknya kota Makkah, lalu ia menginjak-injaknya di atas batu-batu yang panas menyengat.
Sa'id memperlakukan putranya sedemikian rupa selama tiga hari penuh, tanpa perlindungan dan keteduhan, tanpa setetes air pun yang membasahi bibirnya.
Akhirnya sang ayah putus asa lalu kembali pulang ke rumahnya. Tapi di sana ia terus berusaha menyadarkan anaknya itu dengan berbagai cara, baik dengan membujuk atau mengancamnya.
Tetapi Khalid berpegang teguh kepada kebenaran, "Aku tak hendak meninggalkan Islam karena suatu apa pun, aku akan hidup dan mati bersamanya!" katanya pada sang ayah.
Maka berteriaklah Sa’id, "Kalau begitu enyahlah engkau pergi dari sini, anak keparat. Demi Lata, kau tak boleh makan di sini!"
"Allah adalah sebaik-baik pemberi rezeki," jawab Khalid.
Kemudian ditinggalkannya rumah yang penuh dengan kemewahan dan kesenangan itu. Demikianlah Khalid melalui bermacam derita dengan pengorbanan dan mengatasi segala halangan demi keimanan.
Itulah sepenggal kisah tentang sahabat Rasulullah SAW bernama Sa'id bin Ash. Semoga kisah ini menginspirasi pembaca setia Radar Kaur. (*/yie)