Baca Koran radarkaur Online - Radar Kaur

4 Anak Semua Putus Sekolah, Numpang di Gubuk Orang, Istri Sakit Komplikasi,

Inilah potret keluarga anak putus sekolah di Dusun Talang Jawe Desa Tebing Rambutan Kecamatan Nasal, Senin 3 November 2025. Sumber foto: REGA/RKa--

NASAL – Kembali harus menjadi perhatian Pemda Kaur dan Pemprov Bengkulu. Sebab ada pasangan suami istri (Pasutri) yang kini butuh ulur tangan pemerintah dan dermawan. Yohanes Yoelli (37) warga Dusun Talang Jawe Desa Tebing Rambutan Kecamatan Nasal terpaksa harus menahan derita dalam hatinya.

Pasalnya, selain harus terpaksa menumpang di gubuk milik orang lain yang berukuran 4 meter kali 6 meter di tengah kebun karet. Dengan penghasilan yang tidak menentu (kerja pemanen sawit) ia harus mengurus istrinya Sarah Duwi Sundari Yanti (36) yang sakit komplikasi pembengkakan jantung dan gangguan paru-paru. 

Dari empat anak mereka, dua di antaranya terpaksa putus sekolah akibat keterbatasan ekonomi. Anak pertama, Andre Prasetyo (15) berhenti sekolah saat duduk di bangku kelas 3 SD. Sementara adiknya, Afelius Rafael Setiawan (11) tidak melanjutkan pendidikan sejak kelas 2 SD. Dua anak lainnya, Yonatan (8) dan Anggoro (7) belum sempat mengenyam pendidikan.

Kini kondisi Sarah Duwi Sundari Yanti semakin memprihatinkan, badannya kurus dengan berat 30 Kg. Kini rambut rontok dan tidak bisa beraktifitas seperti istri pada umumnya. 

BACA JUGA:Pastikan Tak Ada Yatim Piatu Putus Sekolah, Pemkab BS Siap Tanggung Biaya Pendidikan hingga Uang Saku

Perlu juga diketahui, walau masih sangat muda. Andre Prasetyo (15) terpaksa harus merantau ke Liwa Provinsi Lampung Barat, untuk bekerja di tempat pemotongan ayam dengan upah di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP). Padahal semestinya ia masih duduk di bangku sekolah. Dia rela bekerja demi membantu biaya pengobatan sang ibu serta memenuhi kebutuhan adik-adiknya di rumah. Sementara itu, Yohanes Yoelli, sang ayah, hanya bekerja sebagai buruh harian lepas  menjadi pekerja dodos sawit dengan penghasilan yang tidak menentu.  

Yohanes Yoelli menceritakan,  istrinya mulai jatuh sakit sejak tahun 2019 secara tiba-tiba. Saat diperiksa dokter, hasil menunjukkan sang istri mengalami ketegangan saraf (neural tension). Setelah menjalani pengobatan, kondisinya sempat membaik, namun beberapa waktu kemudian penyakitnya kambuh dan disertai komplikasi pada jantung serta paru-paru.

Berbagai upaya pengobatan telah dilakukan Yohanes, namun belum membuahkan hasil. Untuk biaya berobat, mereka bahkan terpaksa menjual rumah satu-satunya. Sejak itu, kehidupan keluarga kecil ini semakin sulit hingga dua anaknya terpaksa harus putus sekolah, dan mereka pun kini menumpang tinggal di sebuah gubuk milik orang lain di tengah kebun karet, sekitar 1,5 kilometer dari jalan lintas barat sumatera.

“Untuk sekarang, pengobatan istri saya dihentikan dulu, mas. Tidak ada uang, untuk makan saja kami sudah kesulitan. Upah dari hasil dodos sawit habis untuk kebutuhan sehari-hari. Sehari saja kami bisa menghabiskan sekitar 1,5 kilogram beras, belum lagi jajan anak-anak,” ujar Yohanes dengan nada sedih.

Meski hidup dalam keterbatasan, Yohanes bersyukur karena keluarganya kini telah terdaftar sebagai penerima program keluarga harapan (PKH) dari Dinas Sosial (Dinsos). Ia mengaku baru sekitar dua minggu lalu mendapatkan kartu PKH. Dengan bantuan itu ia berharap dapat sedikit meringankan beban hidup keluarganya.

"Beginilah kehidupan kami mas, tinggal di gubuk orang lain di tengah kebun karet," ujarnya dengan nada kecil.

Sementara, Dandim 0408/BSK Letkol Inf. Angga Nugraha, SH, M.IP melalui Danramil 408-08 Kaur Selatan, Mayor Inf Hendry Marpaung disampaikan Babinsa Serka Kardiansyah mengaku, sudah mengirimkan data keluarga Yohanes kepada pimpinan. Harapannya, keluarga Yohanes mendapatkan bisa mendapatkan perhatian dari unsur Pemerintahan Daerah maupun Provinsi Bengkulu. 

"Kepada adik sanak dan para darmawan. Mari kita bantu keluarga Yohanes ini, karena derita yang mereka alami ini sangat kompleks," terangnya.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan